Anindo Tolak Hak Imunitas Pimpinan KPK
"Apabila ada oknum lakukan tindakan di luar mekanisme silakan diajukan pra pradilan. Ada check and balance," ujar Edwin.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Aliansi Nasionalis Indonesia (Anindo), Edwin Henawan Sukowati, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjunjung konstitusi dan penegakkan hukum yang kini menjerat salah satu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto.
Edwin dengan tegas menolak usulan agar Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) yang salah satu isinya mengatur hak imunitas bagi pimpinan KPK. Karena hak kebal hukum tersebut karena semua ada aturan hukumnya.
"Saya tidak setuju hak imunitas, itu tidak bisa diberikan sembarangan. Nanti presiden minta hak imunitas, menteri minta imunitas, lalu untuk apa Undang-Undang (UU)?," kata Edwin kepada wartawan di Jakarta, Minggu (25/1/2015).
Menurut Edwin, semua tindakan ada mekanisme dan aturan yang mengatur. Terkait penetapan tersangka kepada Bambang Widjojanto, Edwin menyebut jika perlakuan Polri dianggap tak sesuai maka bisa diajukan prapradilan untuk mengujinya.
"Setiap tindakan ada mekanisme dan aturan, apabila ada oknum lakukan tindakan di luar mekanisme silakan diajukan pra pradilan. Ada check and balance," ujar Edwin.
Begitu juga dengan usul agar diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) agar kasus Bambang Widjojanto dihentikan karena dianggap kriminalisasi, dengan tegas Edwin juga menolak usulan tersebut. “Tiak mudah mengeluarkan SP3. Proses SP3 harus digelar perkara secara hukum dan semua pihak harus hormati proses hukum. Semua proses ada prosedur hukumnya," ucapnya.
Dengan kata lain, sambung Edwin, Presiden Jokowi jangan terpengaruh apalagi tertekan oleh gerakan para aktivis yang menginginkan dikeluarkannya Perppu Imunitas dan juga SP3 bagi Bambang Widjajanto.
“Presiden Jokowi harus yakin dan tetap menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara konsekuen. Juga Presiden Jokowi memastikan, bahwa sistim negara kita adalah sistim Presidential. Bukan sistim parlementer, apalagi parlemen jalanan,” tandasnya.
Terkait dengan kabar tentang adanya kabar soal dikerahkannya pasukan TNI untuk mengamankan gedung KPK, Edwin mengatakan, bahwa TNI memiliki tugas sekaligus menjadi harapan untuk menjaga keamanan dan stabilitas nasional.
"Saya berharap TNI tetap mengedepankan semangat 'TNI untuk Rakyat, Rakyat untuk TNI'. Artinya TNI bersama rakyat harus hadir menjadi safeguard, bukan berpihak kepada salah satunya (Polri atau KPK)," kata Edwin.
Untuk itu Edwin berharap, agar persoalan keamanan gedung KPK itu untuk diserahkan saja kepada pihak kepolisian.
“Karena baik TNI maupun Polri adalah sama-sama milik rakyat dan penjaga kedaulatan dan keamanan negara,” tandasnya.
Edwin sendiri merasa heran dengan sejumlah aktivis LSM anti korupsi yang sebelum-sebelumnya selalu menjelek-jelekan institusi TNI di dalam dan luar negeri, tiba-tiba begitu bersemangat mendukung langkah TNI dalam menjaga gedung KPK.
"Jelas para aktivis LSM anti korupsi itu sangat opurtunis sekali terhadap TNI. Dan ini berbahaya bagi TNI yang oleh mereka sepertinya sengaja didorong untuk dibenturkan dengan Polri,” pungkasnya.
Sebab, jelas Edwin, langkah pelibatan TNI dalam permasalahan antara KPK dengan Polri, tidak akan menimbulkan penyelesaian.
"Pelibatan institusi lain (TNI) dalam konteks tersebut, tidak hanya mengarah keinginan untuk menyelesaikan masalah, namun lebih banyak mengarah pada keinginan untuk saling menjatuhkan, dan tidak bervisi pada upaya untuk memperkuat kondusifitas ke-Indonesiaan," jelasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.