Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Penegak Hukum Biasa Digunakan untuk Kepentingan Politik

Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji mengatakan lembaga penegak hukum digunakan untuk kepentingan yang bersifat politis.

Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pengamat: Penegak Hukum Biasa Digunakan untuk Kepentingan Politik
Tribun Medan/Riski Cahyadi
Presiden RI Joko Widodo bersiap menaiki heli yang akan diterbangkan menuju Pelabuhan Kualatanjung, Kabupaten Batubara, di Pangkalan Udara (Lanud) Suwondo, Medan, Sumatera Utara, Selasa (27/1/2015). Dalam kunjungan kerjanya ke Sumut, Presiden Jokowi meresmikan proyek pembangunan Terminal Multipurpose Pelabuhan Kualatanjung, proyek diversifikasi produk (ingot menjadi billet) dan pengembangan pabrik peleburan alumunium PT Inalum, pencanangan Kawasan Industri Terpadu Kualatanjung-Sei Mangkei, pembangunan Gardu induk Sei Mangkei, pembangunan pabrik minyak goreng di Sei Mangkei, serta pencanangan operasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei. TRIBUN MEDAN/RISKI CAHYADI 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji mengatakan lembaga penegak hukum digunakan untuk kepentingan yang bersifat politis.

"Lembaga penegak hukum biasa dipakai untuk memberangus lawan politiknya," ujar Suparji dalam diskusi bertajuk 'Menanti Ketegasan Jokowi' di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (31/1/2015).

Suparji menjelaskan memanfaatkan lembaga penegak hukum untuk kepentingan politik itu tercium dari peristiwa penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK, sehari sebelum mengikuti fit and proper test di DPR RI.

Bahkan, Suparji melihat sebelumnya mengemuka soal loby politik salah satu pimpinan lembaga penegak hukum.

"Kalau tak ada batasan, bisa jadi bargaining. Maka harus ada yang kita kritisi," kata Suparji.

Suparji menyatakan dirinya tak sepakat dengan istilah kriminalisasi dibalik polemik KPK-Polri. Sebelum ada kesimpulan soal kriminalisasi, Suparji mengatakan harus ada bukti-bukti yang menguatkan hal tersebut.

"Kalau ada fakta, bukti, maka buktikan sesuai hukum acara yang berlaku," kata Suparji.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas