Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Contoh-contoh Aksi Cepat Jokowi pada 100 Hari Pertama Tapi Tenggelam Oleh Persoalan Hukum

Gerak Cepat Jokowi sepanjang 100 hari usia pemerintahannya dinilai belum cukup mampu menjawab tuntutan publik.

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Contoh-contoh Aksi Cepat Jokowi pada 100 Hari Pertama Tapi Tenggelam Oleh Persoalan Hukum
Tribunnews/HO/Setpres/Cahyo Bruri Sasmito
Presiden Joko Widodo (tengah, kiri) mengantar Presiden ke-3 RI, BJ Habibie usai melakukan pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (29/1/2015). Habibie bertemu dengan Jokowi untuk bersilaturahmi dan berdiskusi tentang sejumlah permasalahan bangsa. (Tribunnews/HO/Setpres/Cahyo Bruri Sasmito) 

TRIBUNNEWS.COM - Berbagai upaya yang dilakukan Presiden Joko Widodo sepanjang 100 hari usia pemerintahannya dinilai belum cukup mampu menjawab tuntutan publik.

Rentang ekspektasi dan apresiasi publik masih lebar berjarak. Dalam kurun waktu penilaian yang sama, tidak tampak perbedaan popularitas yang signifikan antara Presiden Joko Widodo dan beberapa presiden pendahulunya.

Gerak cepat yang ditunjukkan Presiden Joko Widodo sejak dinyatakan sebagai pemenang Pemilu Presiden 2014 semula mampu menyedot perhatian publik. Sebelum dilantik, ia bahkan sudah berupaya menjemput pekerjaan yang akan dialihkan dari kabinet pemerintahan sebelumnya.

Sesaat setelah dilantik, sejumlah kebijakan krusial juga cepat diputuskan Jokowi. Penentuan harga bahan bakar minyak, misalnya, yang pada era sebelumnya menjadi perdebatan panjang, kali ini cepat diputuskan kenaikan harganya. Namun, beberapa saat setelah terjadi perubahan harga minyak dunia, cepat pula diputuskan penurunan harga bahan bakar minyak.

Sejumlah sosok menteri yang dipilih Jokowi pun mencoba mengikuti ritme dan kebiasaannya bertindak cepat. Alhasil, berbagai pemandangan aksi pejabat pemerintahan yang tidak biasa dilakukan pada era pemerintahan sebelumnya dipertontonkan.

Aksi penenggelaman perahu nelayan asing, pembatasan penggunaan hotel bagi rapat instansi pemerintahan, penghentian penerapan kurikulum pendidikan 2013, serta eksekusi bagi terpidana mati perkara narkoba menjadi sentral pemberitaan media dan pembicaraan publik.

Hampir semua aksi cepat pemerintahan lebih banyak mendapat apresiasi positif dari publik. Tidak heran lebih banyak anggota masyarakat yang menyatakan kepuasan terhadap kinerja pemerintahan dibandingkan dengan yang merasa tidak puas.

Berita Rekomendasi

Hasil pengumpulan opini publik Kompas menunjukkan kesimpulan semacam itu. Baik di bidang perekonomian, kesejahteraan sosial, politik dan keamanan, maupun beberapa persoalan penegakan hukum dinilai masih positif. Bahkan, sekalipun hasil survei terakhir menunjukkan ada tekanan terhadap persoalan penegakan hukum—sejalan dengan kasus yang melibatkan Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi—yang berlangsung dalam minggu-minggu terakhir ini, citra kepemimpinan Presiden Jokowi dan kabinetnya masih positif.

Namun, jika dicermati, sejumlah pencapaian itu sebenarnya masih jauh dari harapan publik terhadap pemerintahan saat ini. Dengan membandingkan antara segenap apresiasi positif masyarakat dan ekspektasi mereka terhadap kemampuan pemerintahan dalam menyelesaikan berbagai persoalan di segenap bidang permasalahan, masih tampak marjin jarak yang lebar.

Sedikitnya rentang jarak di antara ekspektasi dan apresiasi publik hingga 20 persen, suatu jarak perbedaan yang tergolong besar.

Sebagai gambaran, tak kurang dari 57 persen publik menyatakan rasa puas terhadap upaya pemerintah dalam mengatasi persoalan kesejahteraan sosial yang meliputi pendidikan, kesehatan, ataupun upaya mengurangi kemiskinan. Sebaliknya, hanya 37 persen yang menyatakan tidak puas terhadap upaya pemerintah dalam mengatasi persoalan kesejahteraan.

Apresiasi yang tinggi itu tidak serta-merta dibaca selalu jadi sisi positif. Sebab, apabila dibandingkan dengan ekspektasi publik yang sama terhadap kemampuan pemerintah dalam mengatasi persoalan kesejahteraan, hasil itu tampak masih lebih rendah.

Ekspektasi publik terhadap kemampuan pemerintah dalam mengatasi persoalan kesejahteraan mencapai 78 persen. Masih ada selisih sekitar 21 persen yang menunjukkan ada harapan yang belum terwujud. Kondisi ini juga terjadi pada persoalan politik dan keamanan, perekonomian, serta penegakan hukum.
Arah popularitas

Di sisi yang lain, apa yang menjadi pencapaian pemerintahan saat ini di mata publik dipandang tidak banyak berbeda dengan era pemerintahan sebelumnya.

Halaman
12
Tags:
Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas