Gerindra: Gandeng Proton, Jokowi Lupakan Mobil Esemka
Elnino mempertanyakan mengapa bukan Esemka yang dikembangkan dengan serius sebagai bagian dari program besar Low Cost Green Car.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah Presiden Joko Widodo ikut menyaksikan penandatanganan MoU antara CEO Proton Holdings, Abdul Harith Abdullah dengan CEO PT Adiperkasa Citra Lestari, AM. Henderopriyono dinilai mengejutkan.
Anggota DPR fraksi Gerindra Elnino M Husein Mohi menilai penandatangan MoU itu tidak tepat waktu. "Saat ini kita sedang tersinggung oleh iklan produk Malaysia yang berjudul “Pecat Pembantu Indonesia!”. Iklan yang rasis, merendahkan dan melukai perasaan rakyat Indonesia. Kalau saya presiden, saya tidak hadiri acara MoU itu jika dilaksanakan sekarang karena saya mesti mewakili rasa tersinggung rakyat," ujar Elnino melalui pesan singkat, Minggu (8/2/2015).
Elnino mengatakan semestinya terlebih dahulu ada studi kelayakan bisnis yang komprehensif. Ia meminta Presiden Jokowi menjelaskan alasan kerjasama dengan Proton Malaysia yang penjualannya terus merosot karena kalah bersaing dengan merek asing seperti Jepang dan Korea Selatan.
"Bahkan di Malaysia sendiri omsetnya anjlok dari 50 persen menjadi hanya 21 persen. Mengapa kerjasama bukan dengan perusahaan mobil Jepang atau Jerman misalnya?" tanya anggota Komisi I DPR itu.
Bila kerja sama tersebut merupakan bagian dari pengembangan mobil nasional Indonesia, Elnino mempertanyakan mengapa bukan Esemka yang dikembangkan dengan serius sebagai bagian dari program besar Low Cost Green Car.
"Yang bikin Pak Joko sangat ngetop sewaktu jadi wali kota Solo itu adalah mobil Esemka. Waktu itu Jokowi mewakili rasa rindu rakyat yang ingin punya mobil 100% Indonesia. Ketika jadi presiden yg punya kewenangan sangat besar, Jokowi seperti lupa kacang akan kulitnya. Lupa dengan Esemka," ujarnya.
Elnino mengaku tetap menghargai Malaysia dan menghormati keputusan Presiden Jokowi. Namun tetap harus ada penjelasan mengenai kerjasama tersebut.
"Tanpa penjelasan yang masuk akal, maka bukan tidak mungkin ada orang yang membaca kehadiran presiden dalam penandatanganan MoU itu benar-benar hanya sekedar membantu kelancaran bisnis seorang tokoh yang menjadi tim suksesnya--sebagai balas jasa belaka," imbuhnya.