Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tommy Soeharto Sebut Hukum Era Jokowi Cuma ABS: 'Asal Bunda Senang'

Presiden Soeharto dan era Orde Baru (Orba), sejak awal masa reformasi menjadi dua kata yang bermakna negatif.

zoom-in Tommy Soeharto Sebut Hukum Era Jokowi Cuma ABS: 'Asal Bunda Senang'
Twitter/@TommySoeharto62

Laporan Wartawan Tribunnews.com Reza Gunadha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Soeharto dan era Orde Baru (Orba), sejak awal masa reformasi menjadi dua kata yang bermakna negatif.

Secara semiotik, kedua kata tersebut menjadi penanda bagi pemimpin dan sistem kekuasaan yang koruptif, kolutif, nepotis. Pendek katanya adalah, rezim despotik.

Namun, suka atau tidak, ada kalangan maupun tokoh yang tak mengamini makna stigmatik kedua kalimat tersebut.

Misalnya, Hutomo Mandala Putra, putra bungsu mantan Presiden Soeharto yang akrab disapa Tommy Soeharto tersebut.

"Sebaiknya besok2 sebelum menyalahkan Orde baru pikir baik2 dahulu"Agar Masyarakat tidak merasa tertipu terus:)," tutur Tommy melalui akun Twitter @TommySoeharto62, Senin (16/2/2015).

"Kicauan" Tommy tersebut tampaknya bukan tanpa alasan kuat. Ia menilai, penegakan hukum di era Orba lebih baik dan memiliki stabilitas ketimbang pada era Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Berita Rekomendasi

Bahkan, ia menyindir hukum pada era Presiden Jokowi mengacu pada akronim "ABS", yakni: asal "bunda" senang.

"Rajin Amat nunding Orba hukum tdk jalan"Orba itu berpedoman Pada UUD45 "sekarang pedoman nya pada UU ABS "Undang2 Asal bunda senang":)" tuturnya.

Untuk diketahui, akronim "ABS" sempat populer pada era akhir kekuasaan Presiden Soeharto, yakni medio 1990-an.

Kala itu, "ABS" menjadi kependekan dari kalimat: "asal bapak senang". Itu merujuk pada pejabat Orba yang bekerja hanya untuk menyenangkan dan tak disingkirkan oleh Soeharto.

Sindiran Tommy atas penegakan hukum pada era Jokowi-JK ini, tampaknya merujuk pada kekisruhan yang terjadi antara Mabes Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kedua institusi tersebut, saling mengusut kasus-kasus pidana pemimpinnya. Awalnya, KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus gratifikasi hanya selang sehari sejak yang terakhir disebut ditetapkan sebagai calon Kapolri.

Belakangan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan pembatalan status tersangka Budi Gunawan. 

Selang sehari setelah status tersangka Budi Gunawan dibatalkan, giliran polisi yang menetapkan Ketua KPK Abraham Samad sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas