Wakil Ketua DPD RI: Negara Penentang Dulu Penganut Hukuman Mati
“Negara yang melakukan penentangan terhadap hukuman mati sejatinya merupakan penganut hukuman mati di masa lalu."
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah pemerintah Indonesia mengeksekusi hukuman mati bagi terpidana narkoba mendapatkan dukungan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sedangkan bagi Warga Negara Asing (WNA) yang telah ditetapkan hukuman mati, Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad menilai secara prosedur dan regulasi tidak masalah sebab narkoba merupakan kejahatan luar biasa di Indonesia.
Farouk memahami adanya keberatan terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilayangkan oleh negara asal para terhukum, namun disisi lain seharusnya mereka juga harus menghormati dan memahami sistem hukum yang ada di Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat terkait kejahatan-kejahata luar biasa seperti itu.
“Secara reflektif jika kita menilik sejarah, negara yang melakukan penentangan terhadap hukuman mati sejatinya merupakan penganut hukuman mati di masa lalu. Sehingga seharusnya mereka cukup memahami ketegasan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia telah banyak merenggut jutaaan nyawa anak-anak muda indonesia,” kata Farouk melalui pesan singkat, Minggu (22/2/2015).
Farouk menjelaskan, sebagai bahan pelajaran di masa yang akan datang, ada baiknya setiap negara yang berkeberatan terhadap hukuman mati untuk secara serius melakukan inventarisasi warganya yang melakukan pelanggaran saat ini. Kemudian mencegah melakukan kejahatan di Indonesia dan melakukan pendampingan secara intensif dalam proses peradilan sesuai dengan ketentuan hukum di Indonesia.
“Indonesia sedang berproses menuju hukum yang berdaulat, proses ini harus dilalui sebagai usaha menegakan hukum. Sejatinya hukuman mati tetap menjadi bagian dari usaha-usaha rasional dalam rangka penanggulangan kejahatan. Dengan semangat yangdibarengi dan didukung dalam upaya yang lebih luas untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial," ujarnya.
Farouk melihat ketegasan presiden tersebut beralasan karena berdasarkan pada kepentingan nasional yang lebih besar. Sikap tegas presiden juga mendapatkan landasan konstitusional yang kuat sesuai dengan keputusanMahkamah Konstitusi yangberpendapat hukuman mati masih diperlukan dan absah berlaku. Terlihat dalam putusan MK No 2-3/PUU-V/2007 dalam rangka menguji Pasal 80 UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Pemerintah telah melakukan eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkotika sejumlah 6 orang. Satu orang merupakan warga negara Indonesia dan sebanyak 5 orang merupakan warga negara asing. Eksekusi mati tahap dua akan segera dilakukan, meskipun masih belum ada kepastian tanggal berapa eksekusi tersebut akan dilaksanakan. Pada tahap ini, ada 11 orang yang akan dieksekusi.
11 orang ini berasal dari 7 negara berbeda. Ada orang Indonesia, Australia, Brasil, Prancis, Nigeria, Ghana, dan Filipina. Delapan orang dieksekusi lantaran kasus narkoba, sementara sisanya lantaran kasus pembunuhan.
Secara khusus Farouk menyesalkan tindakan Presiden Brazil Dilma Rousseff yang menunda upacara penyerahan surat mandat Duta Besar RI untuk Brasil Toto Riyanto. berkaitan dengan eksekusi hukuman mati untuk warga negara kedua Brazil bernama Rodrigo Gularte (42). Gularte dijatuhi hukuman mati pada 2004 karena menyelundupkan enam kilogram kokain ke Indonesia lewat papan selancar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.