Anggota Komisi III: Seorang Tersangka Punya Hak Ajukan Praperadilan
Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mengatakan penetapan seseorang menjadi tersangka tidak bisa menjadi alasan tak dapat mengajukan praperadilan
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mengatakan, penetapan seseorang menjadi tersangka tidak bisa menjadi alasan tak dapat mengajukan praperadilan.
Menurutnya, melihat dari sudut pandang hukum, seorang tersangka memiliki hak mengajukan praperadilan.
"Kasus Budi Gunawan dan Sutan Bathoegana memang berbeda, tapi sudut pandang hak seorang tersangka mengajukan praperadilan dan mendapatkan putusan seperti yang dialami Budi Gunawan, saya pikir masih berpeluang selama yang bersangkutan menyandang tersangka," kata Didik saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (27/2/2015).
Politikus Partai Demokrat itu mengatakan, hal itu jelas lantaran hukum berlandaskan equality before the law (persamaan dihadapan hukum).
"Soal hasil bisa jadi lain. Tapi kesempatan di mata hukum tetap sama. Dalam konteks itu belum meningkat jadi terdakwa saya pikir masih bisa," kata Didik.
Diberitakan sebelumnya, mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana mempraperadilankan penetapan dirinya sebagai
tersangka yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Alasannya, sejak awal Sutan diperiksa dalam kasus dugaan penerimaan tunjangan hari raya (THR) dari Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini namun ditersangkakan dalam kasus gratifikasi pembahasan APBN-P Kementerian ESDM di Komisi VII DPR.
"Sutan merasa ada pembohongan dan pengalihan karena tidak pernah diberitahu alasan-alasan penetapannya sebagai tersangka. Selama ini dia diperiksa terkait dugaan menerima THR dan itu sudah dibantah lantas kenapa sekarang sebagai tersangka gratifikasi APBN-P," kata kuasa hukum Sutan, Eggi Sudjana, di Jakarta, Kamis (26/2/2015).
Eggi menilai, posisi Sutan lebih menguntungkan jika dibanding Budi Gunawan (BG) dalam mengajukan praperadilan. Sebab, KPK telah menggunakan upaya paksa kepada Sutan yakni, penahanan.
"Berdasarkan Pasal 51 KUHAP, tersangka berhak diberitahukan dengan jelas apa yang disangkakan kepadanya pada waktu
pemeriksaan dimulai," ujarnya.
Menurutnya, UU KPK membuka ruang bagi tersangka yang merasa dirugikan berhak mengajukan gugatan rehabilitasi maupun kompensasi sebagaimana Pasal 63 UU KPK.
Eggi menyebut, dalam gugatan praperadilan yang rencananya bakal didaftarkan Senin (2/3/2015) atau Rabu (4/3/2015) pihaknya juga menuntut ganti rugi Rp 300 miliar kepada KPK. Alasannya, setelah ditersangkakan KPK, pendiri Partai Demokrat itu kehilangan suara pada Pemilu 2014.
"Yang diharapkan, Sutan minta ganti rugi Rp 300 miliar, karena suaranya hilang akibat penetapan tersangka," ujarnya.
Dalam testimoninya yang dibacakan kuasa hukum lainnya, Razman Nasution, disebutkan bahwa, tuduhan SKK Migas memberi THR ke Komisi VII melalui Sutan tidak terbukti dalam persidangan Rudi Rubiandini.
Sutan justru merasa telah menyelamatkan keuangan negara Rp 4 triliun sesuai dengan nilai kontrak antara PT Reckin dan PT Timas lantaran menolak memenuhi permintaan pihak PT Reckin yang diwakili Deni Karmaina untuk memenangkan perusahaan tersebut dalam lelang di SKK Migas.
"Deni Karmaina berjanji akan memberikan saya 5 juta dolar AS untuk memenangkan PT Reckin. Saudara Eka Putra menekan saya untuk memenangkan PT Reckin tetapi saya tidak mau," kata Sutan dalam testimoninya.