Pasca Putusan PTUN, KPU Hanya Terima Calon Pilkada Kubu Romy
Majelis Hakim PTUN memutuskan menerima gugatan yang dilayangkan oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Farid dan Suryadharma Ali.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan menerima gugatan yang dilayangkan oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz dan Suryadharma Ali (SDA).
Hal itu kemudian tentu menganulir SK yang dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk mengesahkan PPP kubu Romahurmuziy (Romy) beberapa waktu lalu.
Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, kubu Romy menyatakan banding. Oleh karena itu, kepengurusan Romy
masih sah secara hukum dan terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.
Menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu hanya bisa menerima keikutsertaan PPP kubu Romy, dalam pemilihan kepala daerah serentak.
"KPU sudah bisa (menentukan). KPU memutuskannya berdasarkan apa yang tercatat di Kemenkumham. Yang tercatat di
Kumham kan kubunya Romy," kata Refly saat dihubungi, Jumat (27/2/2015).
Dia menjelaskan, dualisme kepengurusan partai berlambang kabah ini baru berpengaruh terhadap pencalonan Pilkada apabila sudah ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht dari pengadilan diatas PTUN, yakni PTTUN dan Mahkamah Agung (MA).
Dimana, untuk tahap banding ke PTTUN kemudian kasasi ke MA itu membutuhkan waktu 1 hingga 2 tahun.
"Kasusnya Patrialis (Hakim MK) diajukan pada tahun lalu, baru inkrahnya sekarang, jadi bisa setahun lagi. Tapi kalau kedua kubu tidak mau islah atau damai, panjang lagi urusannya," ujarnya.
Seharusnya kata dia, kasus kepengurusan partai ini disarankan diselesaikan melalui Mahkamah Partai (MP) seperti yang diatur dalam UU Parpol. Namun, masalahnya MP partai tidak independen yang kemudian apabila tidak puas dapat baru ajukan ke pengadilan.
"MP partai itu mekanisme pertama, tapi nanti ujung-ujungnya kalau tidak ada yang puas ke pengadilan juga," katanya.
Di satu sisi, dengan kesepakatan kedua partai maka penyelesaian konflik kepengurusan ini melalui MP bisa diperluas pengertiannya dengan menunjuk orang-orang independen di dari internal maupun eksternal partai.
"Itu bukan berarti melanggar UU. Tapi, kalau kedua pihak tidak sepakat, ya tidak bisa berjalan," katanya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly menyatakan, kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar VIII Surabaya yang diketuai oleh Romahurmuziy (Romy) masih sah secara hukum.
Sebab, pihaknya akan mengajukan banding ke PTTUN sama seperti yang diajukan PPP kubu Romy menyusul PTUN Jakarta
membatalkan Surat Keputusan (SK) No. M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 2014 lalu.
Sehingga, keputusan PTUN tersebut belum berkekuatan hukum tetap atau inkracht sampai adanya keputusan final dan mengikat dari Mahkamah Agung (MA).
"Kan belum ada keputusan yang berkuatan hukum tetap. Ya, secara hukum masih kepengurusan PPP dengan Ketua Umum (DPP PPP) Romy," kata Yasonna, Kamis (26/2/2015).