Tidak Bisa Ajukan PK, KPK Belum Tentukan Sikap
Mahkamah Agung telah menolak pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan praperadilan Komjen Polisi Budi Gunawan
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung telah menolak pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan praperadilan Komjen Polisi Budi Gunawan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal itu, Pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki akan membahasnya bersama empat pimpinan KPK lainnya mengenai langkah apa yang harus diambil.
"Itu lah yang jadi diskusi kami berlima, dan itu akan menentukan langkah-langkah lanjut, kan tidak bisa dalam bersikap, bertindak itu pokoknya gue maunya begitu. Ya kami tahu lah. Ada aturan yang meski kita pegang," ujar Ruki usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (27/2/2015).
Mengenai isi dari penolakan pengajuan PK tersebut, Ruki mengaku sudah mengetahui alasannya. Hanya saja Ruki mengatakan ia enggan bereaksi atas sikap Mahkamah Agung itu.
"Pernyataan itu kan sudah kami tangkap. Tapi kan kami tidak melakukan reaksi dengan bicara. Tapi kami akan gunakan pertimbangan tindakan," kata Ruki.
Juru bicara MA, Hakim Agung Suhadi sebelumnya mengatakan, PK diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP. Dalam ketentuannya, PK hanya dapat diajukan oleh terpidana atau hak warisnya.
"Jadi, hak (pemohon PK) lain tidak ditentukan di situ. Tidak boleh diajukan yang lain, harus terpidana langsung," ujar Suhadi di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (25/2/2015).
Kendati demikian, lanjut Suhadi, MA tidak melarang jika KPK mengajukan permohonan PK.
"Silakan tafsirkan sendiri. Biarlah hakim yang menjelaskan jika KPK mengajukan PK," ujar Suhadi.
Suhadi menegaskan bahwa putusan praperadilan bersifat final dan mengikat. Oleh sebab itu, tidak ada ruang untuk PK atas putusan praperadilan.