Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Konflik Golkar dan PPP Bisa Jadi Pangkal Masalah

dualisme kepengurusan Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan berpotensi menimbulkan konflik di daerah.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Konflik Golkar dan PPP Bisa Jadi Pangkal Masalah
Icha Rastika
Juru Bicara Poros Muda Partai Golkar Andi Sinulingga saat menjadi pembicara dalam diskusi Smart FM di Jakarta, Sabtu (29/3/2015) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika tidak diselesaikan sebelum tahapan pemilihan kepala daerah dimulai, dualisme kepengurusan Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan berpotensi menimbulkan konflik di daerah.

Komisi Pemilihan Umum menjadwalkan pemilihan kepala daerah secara serentak pada Desember 2015.

"Persoalan pemilukada serentak yang ketiga adalah terkait politis, bagaimana Golkar, PPP, bisa menyelesaikan masalah internal sehingga ketika pencalonan, tidak menimbulkan problem di lapangan. Dulu di beberapa daerah, tidak ada konflik partai pun sering terjadi calon kembar yang membawa pertikaian kelompok," kata Ketua Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto dalam diskusi yang digelar Smart FM di Jakarta, Sabtu (29/3/2015).

Menurut Didik, Golkar dan PPP punya waktu kurang lebih dua bulan untuk melakukan konsolidasi sebelum pendaftaran pilkada dimulai pada Juni mendatang. Dalam waktu dua bulan ini, kedua partai itu harus memastikan siapa saja pengurus yang sah baik di tingkat nasional, provinsi, maupun tingkat kabupaten/kota.

"Kalau enggak clear, pasti akan ribut. Ini lah yang menjadi pangkal masalah," ujar Didik.

Didik juga menilai bahwa pengurus partai yang sah adalah yang dilegalkan melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pengurus yang sah menurut SK Menkumham inilah yang nantinya berhak menetapkan pengurus partai di tingkat daerah.

"Jadi kalau di provinsi, kabupaten/kota, ada pengurus yang tidak disahkan Menkumham, itu akan dianggap ilegal oleh KPU. Kalau enggak, mereka akan menerima akibatnya, dia tidak bisa dicalonkan," ujar Didik.

Berita Rekomendasi

Terkait dualisme ini, Didik menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak boleh menunggu proses hukum yang berjalan terkait dualisme pengurusan Golkar. KPU, lanjut dia, harus berpatokan kepada SK Menkumham.

"Karena kalau harus nunggu, kan pilkada jalan terus, itu harus selesai dalam jangka enam bulan. Kalau ditunggu terus, enggak bisa, Juni kan pencalonan sudah dibuka, masing-masing partai sudah harus clear," ucap Didik.

Juru Bicara Poros Muda Golkar Andi Sinulingga menyampaikan, pihaknya juga menaruh perhatian agar proses pelaksanaan pilkada serentak nantinya tidak ricuh. Menurut Andi, sumber utama kericuhan pilkada selama ini bukan berasal dari partai melainkan penyelenggara pemilu yang tidak netral.

"KPU mengkontestasikan suara misalnya. KPU pusat mungkin clear tapi kan sumbernya sampai ke bawah. Praktik selama ini KPU yang jahat, oknum-oknumnya yang mentransaksikan jual beli suara di atas kertas," ujar Andi.

Dia juga menyampaikan, Golkar siap menghadapi pilkada serentak Desember mendatang. Andi optimistis konflik internal Golkar akan berakhir paling lambat April nanti. Ia mengakui, untuk memulihkan kondisi internal Golkar bukan suatu hal yang mudah.


Namun, Andi optimistis dua kubu Partai Golkar masih bisa dipersatukan. Hanya saja, dia mengingatkan bahwa konflik internal Golkar ini bisa menganggu kesiapan menghadapi pilkada jika tidak selesai pada Mei mendatang. Dia memprediksi, kandidat kepala daerah Golkar bisa berpindah ke partai lain jika konflik tidak juga berakhir.(Icha Rastika)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas