Jokowi Dinilai Kurang Memberi Perhatian pada Persoalan Radikalisme
Presiden Joko Widodo dinilai kurang memberikan perhatian terhadap persoalan radikalisme di Indonesia.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo dinilai kurang memberikan perhatian terhadap persoalan radikalisme di Indonesia. Hal itu terkait dengan adanya dugaan penyebaran paham radikal melalui dunia maya.
Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Ali Munhanif menuturkan, Presiden Jokowi seharusnya turun tangan menangkal paham radikalisme di Indonesia. Hal itu berbeda dengan sikap yang ditunjukkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Saya melihat perbedaan antara pemerintahan Pak Jokowi dan SBY dulu. Jokowi kurang memberi perhatian terhadap masalah-masalah bersama, seperti Indonesia yang mempunyai generasi cukup untuk bergabung dengan paham radikalisme internasional," kata Ali dalam diskusi SMART FM 'Mengapa Blokir Situs Onlline?' di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu (4/4/2015).
Ali melihat respon pemerintah fluktuatif dalam menangkal penyebaran paham radikal. Bila isu tersebut berkembang di masyarakat, pemerintah langsung membuat kebijakan jangka pendek. Tapi tidak memikirkan jangka panjang.
"Pemerintah tiba-tiba paranoid satu hal, jangka lama diam lagi, tidak ada kebijakan berjangka panjang," kata Ali.
Padahal, katanya, banyak generasi muda mulai terbawa dalam ajaran radikalisme. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga dinilai hanya fokus menjalankan operasi penindakan terorisme yang terkadang tidak produktif.
"Kalau penindakan serahkan kepada polisi. Ada baiknya BNPT melakukan strategi kampanye dialogis dan terprogram. Apabila ada ruang publik disusupi kekerasan dan ajakan kebencian, itu dapat dihindari," imbuhnya.