Naikan DP Mobil Pejabat, Jokowi Dianggap Berusaha Bungkam Parlemen
FITRA pun menantang Jokowi berani mendiskusikan sekaligus menolak pencairan dana uang muka mobil ini.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo dianggap sedang berusaha membungkam anggota DPR yang selama ini keras mengkritik pemerintah. Hal itu tampak dari kebijakan-kebijakan yang dibuat Presiden belakangan ini.
Demikian disampaikan Manajer Advokasi dan Investigasi FITRA, Apung Widadi di Jakarta, Minggu (5/4/2015)
"Kami melihat nuansa politik ada upaya balas budi setelah pemilu dan pembungkaman menggunakan fasilitas kepada politisi parlemen dan pejabat agar tidak berseberangan dengan pemerintah," kata Apung.
Apung menilai alasan inflasi dan kenaikan harga mobil yang menjadi dalih pemerintah sangat tidak logis. sebab kenaikan uang muka mobil untuk pejabat yang disetujui Jokowi kali ini mencapai 85 persen dari harga semula.
"Aroma politis makin kenceng karena ada permintaan dari Ketua DPR. Harusnya kalau tidak politis, Jokowi menolak," kata Apung. Namun dia menyayangkan Jokowi justru menyetujui kenaikan uang muka mobil untuk 753 orang pejabat negara itu.
FITRA pun menantang Jokowi berani mendiskusikan sekaligus menolak pencairan dana uang muka mobil ini. Salah satu forum penting yang bisa dimanfaatkan Jokowi adalah rapat konsultasi antara presiden dengan pimpinan DPR, Senin (6/4/2015) besok.
"Seharusnya besok Jokowi berani menolak pencairan dana itu. Isu soal uang muka mobil ini harus menjadi pembahasan dalam rapat konsultasi besok," kata Apung.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan, Presiden Jokowi menaikan uang muka pembelian kendaraan menjadi Rp 210,890 Juta. Jumlah ini naik Rp 87,8 miliar dibandingkan tahun 2010 yang mengalokasikan tunjangan uang muka sebesar Rp 116.650.000.
Mereka yang mendapat uang muka ini adalah anggota DPR sebanyak 560 orang, Anggota DPD 132 orang, Hakim Agung sebanya 40 orang, Hakim Konstitusi 9 orang, anggota Badan BPK sebanyak 5 orang, dan anggota Komisi Yudisial 7 orang.