Wakil Ketua MPR: Perpres Uang Muka Mobil Waktunya Kurang Tepat
Wakil Ketua MPR Mahyudin menilai perpres Peraturan Presiden mengenai kenaikan uang muka pembelian kendaraan bagi pejabat negara, waktunya kurang tepat
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Mahyudin angkat bicara mengenai Peraturan Presiden (Perpres) mengenai kenaikan uang muka pembelian kendaraan bagi pejabat negara. Mahyudin menilai perpres tersebut dikeluarkan tidak tepat waktunya.
"Timingnya kurang tepat. Memang pejabat perlu tunjangan, enggak mesti harus bermewah-mewahan. Angkanya bisa didiskusikan lagi," kata Mahyudin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/4/2015).
Mahyudin mengatakan tunjangan kendaraan itu sudah ada sejak lima tahun yang lalu. Namun besarannya lebih kecil. Bila tidak melanggar aturan maka hal itu tak perlu dipersoalkan.
"Tapi harus diperhatikan, jadi sensitif saat sembako naik, BBM naik. Perlu dipikirkan rasa empati pada rakyat Indonesia. Jadi sorotan karena masyarakat sedang kesulitan. Tapi anggaran fasilitas dinaikkan," ujar politisi Golkar itu.
Mahyudin mengaku tidak menggunakan kendaraan dinas baru. Kendaraan yang dipakainya merupakan mobil bekas lima tahun lalu.
"Saya merasa enggak save, karena bekas. Tapi karena demi penghematan negara ya sudah," ujarnya.
Mengenai pembatalan perpres, Mahyudin menilai hal itu tergantung keputusan Presiden Jokowi.
"Makanya nanti dibicarakan bersama DPR," katanya.
Diketahui, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan, Presiden Jokowi menaikkan uang muka pembelian kendaraan menjadi Rp 210,890 juta.
Situs web Sekretariat Kabinet menyebutkan, perpres itu merupakan revisi dari Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010. Perpres ini hanya mengubah Pasal 3 ayat (1) Perpres No 68/2010. Pada Perpres No 68 Tahun 2010 disebutkan fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebesar Rp 116.650.000.
Dalam Perpres No 39 Tahun 2015, fasilitas itu diubah menjadi sebesar Rp 210.890.000. Para pejabat negara yang mendapat fasilitas ini ialah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, hakim agung, hakim konstitusi, anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan anggota Komisi Yudisial.