Seratusan Warganya Gabung ISIS, Denmark Curhat ke NU
Casper mengaku meminta masukan ke NU, yang dinilainya mampu menjadi tameng atas kondisi sama yang dialami Indonesia.
Penulis: Y Gustaman
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Duta Besar Kerajaan Denmark untuk Indonesia, Casper Klynge, Selasa (7/4/2015) bersilaturahim ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kedatangan Casper untuk meminta masukan dalam mengatasi merebaknya radikalisme pada pemeluk Islam di negaranya.
“Sejauh ini sudah ada sekitar 125 orang warga negara kami yang bergabung dengan ISIS, sebagian besar adalah warga negara keturunan Palestina,” kata Casper membuka pembicaraannya dengan Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj.
Casper menambahkan, bergabungnya sejumlah warga negara Denmark dengan ISIS menjadi keprihatinan tersendiri, dan mendapatkan perhatian serius pemerintahannya untuk diatasi. “Mereka memang warga negara keturunan, tapi lahir, besar, dan menempuh pendidikan di Denmark. Itu menimbulkan keprihatinan pada kami,” lanjutnya.
Untuk bisa mengatasi kondisi yang tengah dihadapi negaranya, Casper mengaku meminta masukan ke NU, yang dinilainya mampu menjadi tameng atas kondisi sama yang dialami Indonesia.
“Di Indonesia juga ada radikalisme, tepatnya sejak tahun 1980-an ketika faham Wahabi mulai masuk. Itu perlu diamati, dan di Indonesia ada BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) yang melakukannya,” jawab Kiai Said.
Lebih jauh untuk penanganan radikalisme di Indonesia, Kiai Said meminta agar Denmark bisa mengedepankan langkah deradikalisasi, yaitu mengajak kembali ke Islam yang mengedepankan sikap moderat.
“NU memiliki cabang di luar negeri, di beberapa negara di Eropa juga ada, seperti Jerman, Belanda, dan lain-lain. Mereka juga aktif membantu negara setempat mengatasi radikalisme yang ada,” tegas Kiai Said.
Perancis Belajar Islam ‘Ramah’ ke NU
Sebelum menerima Duta Besar Denmark, Ketua Umum PBNU juga kedatangan pimpinan Grande Mosquee de Lyon, Perancis, Kamel Kabtane, yang bersilaturahim untuk bertukar pikiran mengenai Islam yang ramah ala Indonesia.
Kasus Charlie Hebdo yang terjadi beberapa saat lalu, disebut bermula dari maraknya radikalisme di Perancis. Oleh karena itu Perancis merasa perlu belajar Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin ke Nahdlatul Ulama. (*)