Fadli Zon Apresiasi Pidato Jokowi yang Kritik Keras Bank Dunia
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengapresiasi pidato Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Konferensi Asia Afrika (KAA), Rabu (22/4/2015)
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengapresiasi pidato Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Konferensi Asia Afrika (KAA), Rabu (22/4/2015) kemarin.
"Pidato yang kemarin bagus termasuk pidato yang keras mau mengkritik bank dunia dan IMF. Tapi jangan kita pinjam bank dunia atau IMF lagi. Semangat pidato itu sangat bagus, kita dukung. Juga reformasi PBB sudah banyak disuarakan," kata Fadli di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/4/2015).
Politikus Partai Gerindra itu menyebutkan, dia sepakat soal peran Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang tidak berdaya, hingga ekonomi dunia yang dikuasai lembaga seperti Bank Dunia dan IMF.
"Saya sangat apresiasi, sangat penting, PBB tidak adil dipimpin negara yang punya hak veto. PBB seperti geng yang tidak ada demokrasinya," kata Fadli.
Sebelumnya diberitakan, Jokowi mengajak negara-negara di kawasan Asia dan Afrika mempererat kerja sama dan menciptakan tatanan dunia baru yang berdasarkan keadilan dan kesetaraan.
Dihadapan para pemimpin negara Asia Afrika saat membuka KAA di Jakarta Convention Center, Rabu (22/4) Jokowi mengatakan, 60 Tahun lalu, bapak bangsa kami, Presiden Soekarno, Bung Karno mencetuskan gagasan tersebut demi membangkitkan kesadaran bangsa-bangsa Asia Afrika mendapatkan hak hidup yang menentang ketidakadilan, menentang imperialisme.
60 tahun lalu solidaritas kita perjuangkan untuk memberi keadilan bagi rakyat kita itulah semangat gelora KAA 1955. Itulah esensi dari semangat Dasa Sila Bandung
Kini 60 tahun kemudian kita bertemu kembali di negeri ini di Indonesia dengan suasana berbeda, bangsa-bangsa telah merdeka namun perjuangan kita belum selesai. Dunia yang kita warisi ini masih sarat dengan ketidakadilan dan kesenjangan. Cita-cita bersama mengenai tatanan dunia baru yang berdasarkan keadilan, kesetaraan masih jauh.
Ketidakseimbangan global masih terpampang. Ketika negara kaya yang hanya sekitar 20 persen penduduk dunia, mengkonsumsi sekitar 70 persen sumber daya dunia, maka ketidakseimbangan global tidak dapat dihindari.
Ketika banyak orang di belahan dunia sebelah utara (negara maju) menikmati hidup mewah, sementara 1,2 miliar negara di wilayah selatan (negara berkembang) hidup dalam kemiskinan dengan penghasilan kurang dari 2 dolar per hari, maka ketidakadilan global menjadi jelas.
Di saat sekelompok negara kaya mengatakan bisa mengubah dunia dengan niatnya sendiri, maka ketidakseimbangan global telah menghancurkan kita semua. semantara makin kuat terlihat bahwa PBB tidak bisa melakukan apa-apa.
Aksi-aksi kekerasan tanpa mandat PBB, telah memperlihatkan bahwa mengabaikan keberadaan organisasi internasional itu. Untuk itu kita sebagai negara Asia Afrika, mendesak dilakukannya reformasi PBB agar berfungsi sebagai organisasi dunia yang mendorong keadilan bagi sesemua bangsa.
Bagi saya ketidakseimbangan global semakin menyesakkan dada. Kita dan dunia masih berutang kepada rakyat Palestina. Dunia tidak berdaya menyaksikan penderitaan rakyat Palestina. Kita tidak boleh berpaling dari penderitan rakyat Palestina. Kita harus mendukung sebuah negara Palestina yang merdeka.
Ketidakadilan global juga tampak jelas ketika seklompok negara menolak perubahan realitas yang ada. Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, dan ADB adalah pandangan yang usang dan perlu dibuang.
Saya berpendirian pengelolaan ekonomi dunia tidak bisa diserahkan pada tiga lembaga keuangan itu. Kita mendesak reformasi arsitektur keuangan global. Saat ini butuh pimpinan global yang kolektif dan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi baru yang bangkit sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di muka bumi dan Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga di dunia siap memainkan peran global. Indonesia siap bekerjasama dengan berbagai pihak mewujudkan cita-cita itu.
Hari ini dan hari esok kita hadir di Jakarta menjawab ketidakadilan dan ketidakseimbangan itu. Hari ini dan hari esok dunia menanti langkah-langkah kita berdiri sejajar sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain di dunia, kita bisa melakukan itu semua dengan membumikan semangat Bandung dengan mengacu pada tiga cita-cita.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.