Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kompaknya 'C1' dan 'Trunojoyo' Ungkap Kasus Korupsi Migas

Mantan orang nomor satu sektor Migas era Presiden SBY tersebut ditahan

Penulis: Abdul Qodir
zoom-in Kompaknya 'C1' dan 'Trunojoyo' Ungkap Kasus Korupsi Migas
Tribunnews.com/Abdul Qodir
Penyidik Direktorat II Bareskrim menggeledah dan mencari barang bukti dokumen di lorong kantor SKK Migas, Jakarta, Selasa (5/5/2015). Penggeledahan dilakukan terkait kasus dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) penjualan kondensat bagian negara oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas;sebelumnya BP Migas) kepada PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (PT TPPI) pada 2009-2010. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap 'berseteru' empat bulan terakhir pasca-penetapan tersangka Komjen Pol Budi Gunawan.

Bahkan, hubungan kedua lembaga penegak hukum itu kembali memanas setelah penyidik andalan KPK, Novel Baswedan ditangkap pihak Polri, Jumat (1/5/2015) lalu.

Namun, Selasa (5/5/2015) kemarin, menjadi hari berbeda untuk kedua lembaga tersebut. Keduanya kompak 'menggeber' penanganan kasus korupsi di sektor minyak dan gas bumi (migas).

Dari markas mereka di Jalan HR Rasuna Said, Kav C-1, Kuningan, Jakarta Selatan, pihak KPK 'beraksi' dengan menahan mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik sesuai pemeriksaan.

Mantan orang nomor satu sektor Migas era Presiden SBY tersebut ditahan.

Jero Wacik ditahan selaku tersangka kasus penyalahgunaan wewenang selaku Menteri ESDM, tersangka pemerasan perusahaan migas selaku Menteri ESDM hingga Rp 9,9 miliar dan tersangka korupsi memperkaya diri dari penggunaan anggaran hingga Rp 7 miliar saat menjabat Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar).

Kasus-kasus tersebut merupakan pengembangan kasus korupsi sektor Migas yang melibatkan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dan mantan Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno.

BERITA TERKAIT

Jero Wacik selaku mantan orang nomor satu sektor Migas era Presiden SBY itu hanya bisa mencurahkan isi hati dan keputusasaan dirinya saat digelandang penyidik ke mobil tahanan KPK.

Ia sampai minta tolong bantuan ke Presiden Jokowi hingga mantan Presiden SBY yang juga dari Partai Demokrat, saat digelandang penyidik ke mobil tahanan KPK.

"Saya mohon Presiden Jokowi. Bapak, mengenal saya dengan baik. Saya merasa diperlakukan tidak adil. Pak Wapres, Pak JK, lima tahun saya di bawah bapak. Kepada Pak SBY juga, bapak presiden keenam. Saya diperlakukan seperti 'ini', mohon (saya) dibantu bapak. Saya sudah tahu lagi apa yang mesti saya lakukan," ucap lirih Jero yang mengenakan 'rompi oranye' di depan lobi kantor KPK, Selasa malam.

Entah apa yang mendorong Jero sampai minta tolong kepada Presiden itu.

Yang jelas, penyidik KPK Novel Baswedan juga sempat melakukan hal yang sama dengan minta tolong Presiden Jokowi saat ditangkap oleh pihak Polri.

Dan hasilnya, 'berhasil'. Penahanan Novel pun ditangguhkan sehingga dibebaskan sementara oleh Polri.

Kantor KPK yang dikodekan 'Markas C1' itu kembali 'bergeliat' pada hari itu dengan adanya penahanan Jero Wacik lantaran 'berhasil' menyedot perhatian lebih 20 awak media cetak, eletronik dan online.

Pemandangan itu berbeda dibandingkan hari-hari sebelumnya sebelumnya atau pasca-dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri dan dinonaktifkan.

Rabu (6/5/2015) hari ini, sejumlah media massa menjadikan aksi KPK itu sebagai berita utama atau headline pemberitaan.

Peristiwa lebih kurang sama terjadi dari kubu Polri.

Dari kantor Bareskrim Polri di Jalan Trunojoyo Nomor 3, Kebayoran Baru, Jaksel, dalam sepekan terakhir diramaikan dengan pemberitaan tentang penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan UPS dalam APBD DKI Jakarta 2014, penangkapan Novel Baswedan hingga penangkapan perwira Bareskrim, AKBP P yang diduga memeras dan menerima uang sogokan Rp 5 miliar dari bandar sabu di Bandung.

Namun, Selasa kemarin, tiba-tiba Bareskrim Polri menyampaikan adanya penyidikan kasus korupsi besar disertai tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam penjualan kondensat (minyak mentah) negara ke PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (PT TPPI) pada 2009-2010 dengan kerugian negara Rp 2 triliun.

Selain pengungkapan kasus, pihak Bareskrim Polri juga melanjutkan aksinya dengan menggeledah kantor SKK Migas di Gedung Wisma Mulia dan kantor PT TPPI di Gedung Midplaza, Jakarta.

Pengungkapan kasus disertai penggeledahan yang berlangsung hingga Rabu dini hari itu juga 'berhasil' menyedot perhatian puluhan awak media massa. Apalagi, seorang petinggi parpol disebut-sebut bagian pendiri dan pemilik saham PT TPPI.

Belum diketahui hubungan atau keterkaitan aksi penahanan Jero Wacik dan pengungkapan kasus korupsi penjualan kondensat dengan kerugian negara Rp 2 triliun itu.

Yang jelas, kedua kasus yang ditangani oleh lembaga penegak hukum yang sempat berkonflik itu berkaitan dengan sektor migas dan kerugian negara yang terbilang sangat besar.

Selain itu, petinggi Polri, pimpinan KPK hingga Jaksa Agung sempat melakukan pertemuan di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (5/5/2015) atau sehari sebelumnya.

Pertemuan ketiga lembaga penegak hukum itu menyepakati pembentukan Satgas Antikorupsi bersama yang bersifat "ad hoc" atau sementara untuk penanganan kasus korupsi tertentu.

Sementara itu, Direktur II Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Victor E Simanjuntak mengakui dirinya telah bertemu dan berkoordinasi dengan pimpinan KPK perihal penanganan kasus korupsi penjualan kondensat tersebut. Sebab, diketahui pihak KPK lebih dulu menyelidiki kasus tersebut.

Dan pimpinan KPK memberikan "lampu hijau" kepada pihak Polri untuk menangan hingga bersedia membantu dan menyerahkan dokumen-dokumen terkait kasus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas