Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat CSIS: Masa Keemasan SBY Sudah Berlalu

Meskipun, elite Demokrat beralasan SBY menjadi magnet electoral pada pemilu 2019.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pengamat CSIS: Masa Keemasan SBY Sudah Berlalu
WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
Presiden RI ke-6 dan Ketua Umum Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberi sambutan saat menghadiri Rapimnas ke II Insan Muda Demokrat Indonesia (IMDI) di Hotel Sahid, Jakarta Selatan, Jumat(24/4/2015). Organisasi sayap Partai Demokrat ini meminta SBY untuk memimpin Partai Demokrat sebagai Ketua Umum periode 2015-2020. WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandez mempertanyakan sikap Demokrat yang kembali mengusung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi ketua umum.

Meskipun, elite Demokrat beralasan SBY menjadi magnet electoral pada pemilu 2019.

"Pertanyaannya, benarkah SBY jadi magnet elektoral. Alasan elite mendukung SBY karena menjadi magnet elektoral di Pemilu 2019," kata Arya dalam diskusi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (7/5/2015).

Arya mengatakan data CSIS memperlihatkan masa keemasan sudah berlalu di 2004 dan 2009. Ia menuturkan pada pemilu legislatif 2014, pemilih mayoritas memilih nama caleg ketimbang tanda gambar Demokrat.

"Perolehan Demokrat bukan dari SBY tetapi para caleg yang bekerja. Ini dilihat di semua dapil. 2019 ini pandangan yang harus diperbaiki," katanya.

Arya menuturkan pemilih Demokrat memiliki karakter yang mengambang, liar dan tidak loyal. Pemilih Demokrat di 2009 yang memilih kembali partai berlambang bintang mercy itu di 2014 hanya sebesar 20 persen.

"Ini menunjukkan secara prinsip Demokrat tidak loyal. 2014 figur sentral SBY tidak mampu menjaga suara ini, harusnya dua periode memimpin (Presiden) bisa menjaga pemilih loyal. Akhirnya mayoritas ke PDIP, Gerindra dan Golkar," kata Arya.

Berita Rekomendasi

Suara Demokrat di 2009, kata Arya, berpindah ke partai nasionalis sebesar 51 persen. Kemudian ke partai agama 14 persen. "Yang memakan Demokrat, sama-sama berbasis nasional," tuturnya.

Permasalahan lainnya, ujar Arya, kedekatan pemilih kepada Partai Demokrat terbilang rendah. Sehingga pemilih dengan mudah pindah ke partai lain. Padahal dengan pengalaman SBY seharusnya sudah memiliki basis pemilih yang loyal.

"Itu tidak terjadi. Tidak ada basis ideologis. Kalau mempunyai ketergantungan akut ke SBY, dimasa depan berbahaya, pemilih lari dan engga ada ideologi," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas