Pembangunan Poros Maritim Jokowi Dinilai Butuh Waktu Lama
"Itu butuh waktu lama, waktu lima tahun itu mustahil (teralisasi)," katanya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembangunan poros maritim yang digagas Presiden Joko Widodo tidak mungkin terwujud dalam waktu dekat.
Demikian kata mantan Kalakhar Bakorkamla Laksdya (Purn), Didik H Purnomo, dalam diskusi di Bakkoel Coffee, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (10/5/2015).
Oleh karena itu sulit baginya menilai komitmen pemerintah dalam merealisasikan program tersebut.
Didik mengatakan tidak mungkin program tersebut dapat dinilai saat ini, karena pemerintahan Joko Widodo sendiri baru berlangsung selama sekitar 6 bulan.
"Itu butuh waktu lama, waktu lima tahun itu mustahil (teralisasi)," katanya.
Ia mengatakan dibutuhkan komitmen yang tinggi dari Pemerintah dan kebijakan-kebijakan yang bermuara pada kemaritiman, termasuk membangun industri kapal laut. Butuh waktu sekitar tiga tahun untuk membangun industri tersebut dan itu pun ditunjang dengan pemberdayaan pihak swasta.
"Pemerintah harus memberi insentif pada swasta (juga)," ujarnya.
Sedangkan yang paling sulit adalah membangun budaya kemaritiman, dan hal tersebut dibutuhkan proses hingga ratusan tahun dengan kebijakan pemerintah yang konsisten mendukung terwujudnya hal tersebut.
Namun yang patut diapresiasi adalah pembentukan Meteri Kordinator Kemaritiman, yang dipimpin oleh Indroyono Soesilo, serta langkah Menteri Perikanan dan Kelutan, Susi Pudjiastuti yang bertindak tegas pada nelayan asing yang mencuri ikan dari laut Indonesia.
"Itu sudah bagus, tapi harus ditingkatkan lagi kordinasinya, kan ada Bakamla, kenapa tidak dijadikan satu kordinasinya," ujar Didik.
Selain itu yang bisa dikejar pemerintahan Joko Widodo adalah perbaikan fasilitas penegakan hukum di laut, salah satunya adalah dengan penambahan armada kapal laut, sehingga setiap jengkal laut Indonesia bisa diawasi.
Untuk menjaga perairan Indonesia yang luasnya mencapai beberapa juta kilometer persegi, dibutuhkan setidaknya 80 kapal kecil yang beroperasi setiap saat. Operasional untuk setiap kapal tersebut sehari bisa mencapai Rp 70 juta.
Namun mengingat tingginya aktivitas di laut, sehingga terkadang satu unit kapal harus melakukan patroli hingga 360 kilometer jauhnya, dibutuhka kapal besar dengan tingkat konsumsi BBM mencapai 19 ton. Dengan demikian dibutuhkan uang yang banyak untuk merealisasikan keamanan di laut, dan sulit untuk mengejar hal tersebut.