Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Apa Kabar Kasus Mei 1998?

Meski sudah 17 tahun berlalu, negara tak kunjung menyelesaikan pengungkapan pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) itu.

Editor: Rendy Sadikin
zoom-in Apa Kabar Kasus Mei 1998?
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ratusan mahasiswa Universitas Trisakti berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, memperingati 17 tahun tragedi 12 Mei 1998, Selasa (12/5/2015). Mahasiswa mendesak pemerintah menuntaskan peristiwa yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti karena tertembak saat melakukan aksi memperjuangkan reformasi pada Mei 1998 TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Teka-teki besar masih menyelimuti peristiwa Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, yang terjadi pada Mei 1998 silam.

Meski sudah 17 tahun berlalu, negara tak kunjung menyelesaikan pengungkapan pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) itu.

Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat ada empat orang tewas, empat orang mengalami luka tembak peluru tajam, ratusan orang mengalami luka-luka akibat pemukulan aparat dalam momen kelam itu.

Komisi Nasional HAM telah menyelidiki perkara dugaan pelanggaran HAM itu dan telah merekomendasikan pengusutan atas kasus berdarah tersebut.

Namun, gayung tak bersambut. Kejaksaan Agung bergeming, Kepolisian sama saja.

DPR RI sebagai representasi rakyat yang ingin menegakkan keadilan berdalih bermacam hal politis untuk tak merekomendasikan presiden mengeluarkan keputusan untuk pembentukan Pengadilan Ad Hoc HAM.

Janji kampanye dan implementasi

Berita Rekomendasi

Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Yati Andriyani mengatakan, Presiden Joko Widodo punya utang.

Dalam janji kampanye pemilihan presiden 2014, Jokowi menyebut akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu secara berkeadilan.

"Tapi janji tersebut masih jauh panggang dari api karena tidak ada kejelasan kapan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terhambat di Kejaksaan Agung disidik jaksa," ujar Yati lewat siaran persnya kepada Kompas.com, Kamis (13/5/2015).

Pemerintah telah membentuk tim teknis yang terdiri dari Polri, Kejaksaan Agung, Komnas HAM dan dinaungi di bawah Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan.

Tim itu disebut-sebut perwujudan janji kampanye presiden untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Namun, Yati belum melihat tim tersebut bekerja dan menghasilkan keputusan.

Ia menengarai pembentukan tim tersebut hanya digunakan untuk rekonsiliasi tanpa mempertimbangkan akses keadilan, pemulihan kepada korban, dan pengungkapan kebenaran siapa-siapa saja auktor intelektualis yang terlibat di dalamnya.

"Kami mendesak Presiden Jokowi memastikan tim teknis itu bekerja sesuai mandat serta wewenangnya. Jangan malah menjadi alat cuci tangan negara untuk menutup akses keadilan. Sudah 17 tahun kerusuhan Mei, negara tidak boleh cuci tangan," ujar Yati.

Kontras juga meminta Jaksa Agung HM Prasetyo menjalankan fungi dan kewajiban untuk menyidik kasus kerusuhan Mei, seperti yang dimandatkan dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Kontras juga meminta DPR RI untuk segera menggunakan kewenangannya mengusulkan kepada presiden untuk mengeluarkan Keppres Pembentukan Pengadilan Ad Hoc HAM, sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang 26 Tahun 2000.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas