Kubu Eks Sekjen Kementerian ESDM Sebut Dakwaan Jaksa KPK Batal Demi Hukum
Wahyu menuturkan, surat dakwaan JPU KPK terhadap Waryono tidak menggambarkan secara bulat dan utuh keadaan yang sebenarnya terjadi
Penulis: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Waryono Karno dalam nota keberatan atau eksepsinya mengatakan surat dakwaan yang telah dibacakan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)tidak jelas, tidak cermat, dan tidak lengkap.
Padahal, dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP telah secara tegas menyatakan bahwa surat dakwaan haruslah menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didkawakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
"Dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP dinyatakan bahwa konsekuensi dari surat dakwaan yang tidak menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan menjadi batal demi hukum," kata salah satu kuasa hukum Waryono, Wahyu Ari Bowo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/5/2015).
Wahyu menuturkan, surat dakwaan JPU KPK terhadap Waryono tidak menggambarkan secara bulat dan utuh keadaan yang sebenarnya terjadi.
Akibatnya, terdakwa Waryono dan kuasa hukum menjadi bingung dan sulit mendapatkan gambaran yang jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa.
"Hal tersebut merugikan terdakwa dalam menggunakan haknya untuk melakukan pembelaan diri," ujarnya.
Wahyu menjelaskan, surat dakwaan yang tidak cermat, tidak lengkap, dan tidak jelas tersebut, selain tidak dapat menggambarkan secara bulat dan utuh keseluruhan fakta yang sebenarnya terjadi, justru hanya menimbulkan prasangka-prasangka yang membentuk opini yang keliru di masyarakat.
Dalam nota keberatan, kuasa hukum Waryono menuturkan, dalam dakwaan ketiga, JPU KPK tidak menguraikan secara cermat, lengkap, dan jelas mengenai cara terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan.
Selain itu, uraian dakwaan tidak sinkron dengan pasal yang didakwakan.
Dalam surat dakwaan, Wahyu mengatakan, JPU KPK mendakwa Waryono dengan Pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu berbunyi 'Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.'
Namun, Wahyu menjelaskan, dalam uraian dakwaannya, JPU KPK tidak menguraikan secara lengkap dan jelas mengenai tindak terdakwa yang dianggap memenuhi unsur-unsur pasal yang dimaksud.
Yaitu, siapa yang memberikan gratifikasi, kapan diberikan, dan untuk kepentingan apa pemberian tersebut, atau hal mana yang dianggap berhubungan dengan jabatan dan berlawan dengan tugas terdakwa.
"Sebaliknya, JPU KPK dalam surat dakwaan menguraikan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan unsur-unsur dalam pasal yang didakwakan," katanya.
Dalam nota keberatannya, penasihat hukum Waryono meminta kepada majelis hakim untuk menerima eksepsi kuasa hukum untuk seluruhnya, menyatakan surat dakwaan atas nama terdakwa Waryono Karno batal demi hukum atau tidak dapat diterima dengan segala akibat hukumnya, membebaskan terdakwa dari tahanan, memulihkan hak dan martabatnya dalam kedudukan semula, dan membebankan biaya perkara kepada negara.