Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Membaca Makna di Balik Prasasti Tragedi Mei 98

Seperti luka, sisi yang sobek harus dijahit dan disembuhkan sampai melahirkan harapan baru. Itulah perwujudan Prasasti Tragedi Mei 98.

Penulis: Rahmat Patutie
Editor: Y Gustaman
zoom-in Membaca Makna di Balik Prasasti Tragedi Mei 98
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Keluarga korban Tragedi Mei 98 berdoa di depan Prasasti Mei 98 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Rabu (13/5/2015). Prasasti Mei 98 dibangun di depan 113 makam korban Tragedi Mei 98 dibangun oleh Pemerintah untuk merawat ingatan publik dan memulihkan trauma korban serta mencegah sejarah kelam Tragedi Mei 1998 tak terulang. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat Patutie

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dari ribuan nisan, mungkin lebih, di Tempat Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur, bangunan ini lebih menonjol. Itulah Prasasti Tragedi Mei 98, karya pematung kenamaan Awan Simatupang.

Prasasti berkelir hitam itu seolah-olah tertutup kain kelambu yang menjuntai sampai tanah. Di kanan atas kain kelambu yang robek tampak bekas jahitan benang berwarna merah berikut jarumnya yang masih tertancap. Ada makna tersendiri di balik prasasti itu.

Awan menjelaskan, monumen yang menjulang di tengah-tengah makam massal korban Tragedi Mei 98 itu digambarkan seperti tangan yang tertutupi kain kelambu yang salah satu sisinya sobek. Seperti luka, sisi yang sobek harus dijahit dan disembuhkan sampai melahirkan harapan baru.

 

"Yang diinginkan para keluarga korban ini adalah monumen tentang itu," kata pematung jebolan Institut Kesenian Jakarta kepada wartawan di TPU Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, Rabu (13/5/2015).

Butuh dua bulan bagi Awan menyelesaikan seluruh proses pembuatan monumen berbahan semen itu. Pemprov DKI Jakarta dan Komnas Perempuan patungan mengeluarkan dana Rp 90 juta untuk membuat prasasti tersebut.

Berita Rekomendasi

Ia mengatakan, prasasti itu sengaja dibuat berbentuk tangan karena sebagian besar Ibu-Ibu dari korban berprofesi sebagai penjahit pakaian.

"Kami pikir menarik karena pekerjaan mereka sehari-hari supaya mereka lebih mengenal dan lebih dekat dengan persoalan itu juga," ujarnya.

Awan menjadi saksi hidup peristiwa nahas yang memakan korban jiwa dari beragam kalangan. Saat kejadian, ia berada di Cikini menyaksikan Jakarta rusuh. Sehingga ia turut memahami apa yang dirasakan keluarga korban Tragedi Mei 98 hingga saat ini.

"Saya pada saat itu berada di Cikini, bahwa kejadian ini luar biasa, Jakarta rusuh. Setelah perisitwa itu sangat mengerikan. Saya sempat lihat juga foto-fotonya. Sampai sekarang setelah 17 tahun saya tidak lupa," kenang Awan.


Dia menyambut baik langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memberikan pengakuan atas Tragedi Mei 1998 yang belum tuntas. Awan berharap, semoga peristiwa seperti itu tak akan terjadi lagi.

Peresmian prasasti ini dihadiri Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Nandar Sunandar, Ketua Komnas Perempuan, bersama komunitas keluarga korban Tragedi Mei 1998 di TPU Pondok Ranggon, Cipayung.

Prasasti Mei 98 dibangun atas inisiasi komunitas korban, pendamping. Pembangunan prasasti ini atas kerjasama Komnas Perempuan berserta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Ketua Komnas Perempuan Azriana menjelaskan, prasasti yang dipasang pada 11 Mei ini semacam peneguhan komitmen yang dimulai Pemprov DKI. Menurutnya, ada semacam pengakuan negara benar ada warga negara menjadi korban kekerasan Mei 1998.

"Masih ada yang harus dilakukan negara kepada korban dan keluarga korban yang menuntut hak-haknya sampai saat ini," kata Azriana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas