Transmigrasi Perbatasan akan Disiapkan Pola Usaha Perkebunan dan Kehutanan
prioritaskan pengembangan pola usaha bagi transmigrasi perbatasan Indonesia dengan malaysia
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, akan prioritaskan pengembangan pola usaha bagi transmigrasi perbatasan Indonesia dengan Malaysia pada sektor perkebunan dan kehutanan yang disesuaikan dengan kondisi lahan.
Tidak menutup kemungkinan, juga di sektor tanaman pangan sebagai prioritas terakhir.
"Ini akan menjadi skala prioritas pengembangan kawasan perbatasan Indonesia dengan Malaysia yang ada di sepanjang perbatasan di Pulau Kalimantan. Setelah itu, barulah kita akan kembangkan juga sektor tanaman pangan,” ujar Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi, Marwan Jafar di Jakarta, Minggu (24/5/2015).
Pada sektor perkebunan, Menteri Marwan memaparkan, pola usaha itu akan digalakkan untuk wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dengan komoditas unggulan sawit.
Model yang dijalankan, katanya lagi, adanya hubungan kemitraan inti plasma (swasta-transmigran). "Swasta memosisikan sebagai Inti dan transmigran sebagai plasma. Hubungan keduanya sebagai mitra usaha," ujarnya.
Dengan pola ini, menurut Menteri Marwan, lahan bagi setiap keluarga seluas 0,25 hektar atau setara 2.500 meter itu sebagai pekarangan hibah dari pemerintah. Sedangkan lahan usaha kebun seluas 3 hektar yang bisa diperoleh melalui kredit bank dengan bunga subsidi dari pemerintah.
"Dalam mekanisme kredit ini, pihak inti atau swasta berkedudukan sebagai penjamin bagi transmigran. Baik lahan perkarangan maupun lahan usahanya berstatus dan bersetifikat sebagai hak milik," ujar Menteri Marwan.
Sedangkan untuk pola usaha kehutanan, akan diutamakan untuk wilayah Kalimantan Utara atau persisnya di Kabupaten Nunukan dan Malinau. Dipaparkan Menteri Marwan, polanya adalah Hutan Tanaman Rakyat Transmigran (Trans-HTR).
Konsepnya, transmigran diusahakan memperoleh lahan dengan status hak milik yang berada di luar kawasan hutan.
"Sebagai lahan usaha, transmigran akan mendapat izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman rakyat. Lokasi yang sudah ditetapkan dengan luas 15 hektar per/KK untuk jangka waktu 60 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka 35 tahun kemudian. Hasil hutan itu, bisa dijual kepada pihak swasta di bidang kehutanan," ujarnya.
Untuk pembangunan kawasan di perbatasan Indonesia dan Malaysia di Pulau Kalimantan, sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2012.
Saat itu lintas Kementerian, yakni Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, dan juga Angkatan Darat melakukan penandatangan Memorandum of Understanding (MoU).
Usai itu, papar Menteri Marwan, beberapa kegiatan sudah dijalankan semua pihak. Namun pada tahun 2015 ini tinggal mempermantap dengan strategis yang perlu dijalankan.
"Salah satunya penetapan 14 kawasan transmigran wilayah perbatasan melalui surat keputusan. Antara lain, penyusunan perencanaan detil kawasan, pengembangan, dan kemitraan," ujarnya.
Wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia di sepanjang Kalimantan, terdiri dari 14 kawasan yang melintasi 8 Kabupaten, 34 kecamatan, 460 desa. 14 Kawasan itu adalah, Paloh, Jagol Babang, Sekayam, Ketungan Hulu, Puring Kencana, Putusibau, Long Apari, Kayan Hulu, Pujungan, Kayan, Lubis Ogong, Simanggaris, Nunukan, dan Sebatik.
Kemudian, lanjut Menteri Marwan lagi, akan dilakukan diseminasi konsep pembangunan transmigrasi wilayah perbatasan dengan pemerintah daerah setempat. Terutama dinas (SKPD) yang mengurusi transmigrasi.
"Agar pada tahun 2015 ini, setiap SKPD transmigrasi menyusun rencana kawasan transmigrasi pada kawasan yang sudah ditetapkan," ujarnya.
Pemerintah, kata Menteri Marwan, juga akan melakukan plan as procced yakni perencanaan sekaligus pemrograman pada tahun 2015.
"Agar pada 2016 nanti penempatan transmigran yang sudah siap memulai program tersebut, karena perlu revisi anggaran ditingkat pusat," ujar Menteri Marwan.