Anak Presiden, Anak Tukang Becak, Sama Saja
Gibran juga ogah bertele-tele menggelar pernikahan. Sejumlah proses adat dipangkasnya.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Sonya Hellen Sinombor
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Sebagai anak Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka (27), sebenarnya bisa menjadi "raja sehari" saat duduk di pelaminan bersama calon istrinya, Selvi Ananda Putri (24), di Istana Kepresidenan. Gibran bisa memilih mau di Istana Bogor, Cipanas, Jawa Barat, atau di Istana Negara, Jakarta. Namun, kesempatan itu ditepisnya jauh-jauh.
"Mau anak Presiden, anak tukang becak, sama saja (kalau ingin mandiri)," ujar Gibran singkat, Selasa (9/6/2015) petang, di Solo, Jawa Tengah, saat ditanya Kompas mengapa sebagai anak Presiden ia tak mau menggunakan fasilitas Istana, seperti pada era yang lalu. Baginya, sebagai anak Presiden, memang tak ada bedanya dengan anak tukang becak jika tak mau bergantung pada status orangtua.
Meskipun sebenarnya ada hak untuk menikmati status sebagai anak orang nomor satu di Tanah Air, peluang itu tak diambil. Gibran tak hanya menolak untuk menggunakan Istana Kepresidenan, tetapi juga tawaran diarak dengan kereta kencana, seperti ayahnya, Joko Widodo, setelah dilantik menjadi Presiden bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Praktis, hampir semua persiapan pernikahannya pada Rabu pagi hingga Kamis (10-11/6), dilakukannya sendiri.
Gibran juga ogah bertele-tele menggelar pernikahan. Sejumlah proses adat dipangkasnya. Selain lamaran (tembungan) Selasa malam, Gibran dan Selvi hanya melakukan siraman, sadean (jualan) dawet, hingga ijab kabul.
Kebetulan, dalam beberapa tahun ini, Gibran membuka usaha jasa penyelenggara pernikahan dengan bendera Chilli Pari. Oleh sebab itu, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan, seperti undangan, katering, video, hingga busana pernikahan, ditanganinya sendiri.
Kecuali terkait siapa saja yang akan diundang berikut pengamanannya, Gibran harus berurusan dengan sang ayah. Maklum, ayahnya yang juga kepala negara dan pemerintahan punya banyak relasi, di antaranya mulai dari duta besar negara sahabat, kepala lembaga tinggi negara, tokoh nasional, menteri, pejabat, relawan, hingga tetangga.
Gibran, yang sejak remaja terbiasa hidup mandiri, termasuk saat belajar di Singapura dan Australia, memilih cara tersendiri untuk menyiapkan acara pernikahannya dengan sederhana. Apalagi, orangtua dari calon istrinya, Didit Supriyadi dan Sri Partini, adalah orang biasa dan bersahaja.
Berbeda dengan pengantin umumnya, hingga kemarin pun, Gibran masih terlihat sibuk bahkan turun mengurus persiapan yang masih harus diselesaikannya. "Besok pada 11 Juni, ada menu mengejutkan, yaitu martabak manis, makobar yang biasanya delapan rasa kita munculkan inovasi baru dengan 16 rasa," kata Gibran dalam keterangan pers.
Jokowi mengaku hanya memberikan restu dan dukungan atas persiapan yang dirancang anaknya. Ibu Negara, Nyonya Iriana Joko Widodo, juga hanya mendampingi Gibran dan Selvi memilih pakaian dan suvenir pengantin.
Rapat-rapat persiapan pun banyak digelar bukan di rumah orangtua ataupun calon mertuanya, tetapi di tempat usahanya, yang berlokasi hanya sekitar 200 meter dari gedung tempat resepsi, Graha Saba Buana, yang dimiliki Jokowi. "Temanya memang kemandirian. Karena sejak remaja, Gibran anak yang mandiri," kata Anggit Nugroho, mantan wartawan, yang kini Sekretaris Pribadi Presiden.
Budayawan Solo Mukti Rahardjo mengatakan, meskipun sejumlah acara adat dipangkas, Gibran tetap menghormati acara adat lainnya. "Nilai kultural dan rangkaian tradisi tetap dilestarikan dengan adopsi kekinian," ujarnya.
Sebagai sosok yang merakyat, Jokowi juga mengundang masyarakat bawah, di antaranya paguyuban pedagang kaki lima, pedagang pasar burung dan ikan hias, tukang cukur rambut, pedagang di pasar-pasar tradisional, hingga pedagang asongan di Terminal Bus Tirtonadi dan PKL di Gladak Langen Bogan, Kota Solo.
Tidak percaya
Beberapa PKL yang diundang mengaku terkejut mendapat undangan dari Presiden Jokowi. "Saya kaget, saudara dan tetangga juga kaget. Bahkan, ada yang enggak percaya, kok saya dapat undangan dari Presiden. Orang kecil seperti kami, kayak langit dan bumi dengan presiden. Semalaman saya hampir tak bisa tidur karena dapat undangan Presiden," kata Hanafi Wisnu (44), tukang cukur di Kelurahan Jajar, Laweyan.
Saking senangnya menerima undangan, Hanafi pun menunjukkan kepada pelanggannya. Semula mereka tak percaya. Namun, begitu melihat undangannya, mereka pun berebutan foto dengan undangan tersebut. "Saya tak akan lupakan. Rasanya seperti memeluk rembulan yang jatuh. Lah, wong saya enggak pernah membayangkan dapat undangan seperti ini dan salaman dengan Presiden," tambah Hanafi yang membingkai undangan tersebut.
Perasaan sama diungkapkan Ketua Paguyuban Taman Pasar Burung, Ikan Hias, Depok, Solo, Suwarjono (48). Ia sama sekali tak terlintas jika akan diundang. "Alhamdulillah, ini penghormatan yang luar biasa. Saya ini hanya pedagang biasa di pasar burung, kok bisa diundang Presiden," tuturnya.
Penarik becak yang dilibatkan untuk menjemput tamu dari tempat parkir ke ruang resepsi juga merasa bangga. "Wah, senang sekali bisa diajak mengantar tamu-tamu Presiden," kata Sukiyo (53), penarik becak di Jalan Slamet Riyadi, Solo.
Selain penarik becak dan PKL, sekitar 2.000 relawan Jokowi-JK, yang pernah membantunya saat Pemilihan Presiden, juga diundang. "Kehadiran relawan turut mangayubagyo atau mendoakan, ikut berbahagia dengan kedua mempelai agar prosesinya lancar," ujar Deputi Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden Eko Sulistyo.
* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Juni 2015, di halaman 1 dengan judul "Anak Presiden, Anak Tukang Becak, Sama Saja".