Kasus Kredit Macet Tak Selalu Harus ke Ranah Pidana
Kasus kredit macet tidak mesti selalu dibawa ke ranah korupsi namun juga bisa diselesaikan secara perdata
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus kredit macet tidak mesti selalu dibawa ke ranah korupsi namun juga bisa diselesaikan secara perdata dengan pembayaran kerugian di pengadilan.
"Di dalam melihat kredit macet, bisa dilihat dari dua sisi apakah adanya ketidakmampuan bayar debitur atau murni ada pelanggaran hukum," kata pakar hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar dalam acara Diskusi Forum Wartawan Hukum (Forwakum) "Kredit Macet, Korupsi Atau Bukan?," di Jakarta, Kamis (25/6/2015).
Menurutnya, di dalam penanganan kasus kredit macet tersebut, pihak penegak hukum khususnya penyidik untuk berhati-hati dalam menanganinya mengingat bisa saja debitur itu hanya tidak mampu bayar.
"Namun debitur itu memiliki jaminan, tentunya yang disita," katanya.
Sebenarnya dalam kredit macet itu sendiri, dimulai dengan tahapan perdata seperti adanya perjanjian atau akad kredit kemudian dilihat dari sisi legal standing-nya.
"Yang menjadi masalah terkadang asas praduga tidak bersalah itu berlaku dibalik diberikan kepada orang yang tidak bersalah, namun itu faktanya," katanya.
Dirinya menjelaskan secara aturan hukum kredit macet masuk dalam keperdataan namun saat orang itu yang memanfaatkannya melanggar hukum maka bisa masuk ke ranah korupsi.
Sementara itu, Kepala Ekonom BCA David Sumual, menyebutkan, sejumlah faktor pemicu munculnya kredit macet, diantaranya, sistem analisis kredit yang kurang baik.
"Administrasi sistem informasi kurang baik, demikian juga tata perbankan seperti agunan yang kurang," katanya.
Yang lebih parahnya, kata dia, faktor adanya oknum di bank yang bermain dalam penyaluran kredit macet itu. Faktor "katabelece" juga menjadi salah satu faktor menyumbang kehadiran kredit macet.
"Sayangnya di Indonesia belum ada ada biro kredit yang bisa diakses oleh perbankan," katanya.
Padahal, kata dia, perbankan di Indonesia pengawasannya paling ketat dan setiap saat bisa diaudit dengan aturan yang ketat juga.
Sebelumnya, Pakar Hukum Perbankan, Frans Winarta mengatakan permasalahan kredit macet bukan suatu tindak pidana korupsi melainkan murni perkara perdata.
Kategori kredit macet yakni apabila debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur, seperti terlambat atau tidak sanggup membayar.
"Apakah dengan terlambat atau tidak sanggup membayar otomatis dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi," katanya.
Menurutnya, terlambat atau ketidaksanggupan debitur melakukan kewajibannya itu merupakan suatu perbuatan wanprestasi yang diatur dalam pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kategori perbuatan wanprestasi di antaranya adalah apabila debitur tidak melakukan apa yang telah disanggupi atau melakukan kewajibannya namun terlambat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.