Presiden Harapkan Semua Pihak Ikut Prihatin Dengan Kondisi Rakyat
Pemerintah menilai semua pihak harus benar-benar efektif, efisien untuk mengelola dan memanfaatkan APBN sebaik-baiknya
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo menyatakan sikapnya menolak Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi.
Alasannya, seperti disampaikan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, tak lain karena dana aspirasi di situasi ekonomi global ini yang sedang bergolak dan Indonesia terkena dampaknya. Pun di tengah masyarakat menghadapi kesusahan, pertumbuhan ekonomi juga tidak seperti yang diharapkan semula,
Dijelaskan, di tengah situasi itu semua, pemerintah menilai semua pihak harus benar-benar efektif, efisien untuk mengelola dan memanfaatkan APBN sebaik-baiknya.
"Jadi Presiden mengharapkan semua pihak untuk ikut prihatin dengan kondisi rakyat, berhati-hati dalam memanfaatkan anggaran semaksimal mungkin, seefektif mungkin," tandas Pratikno di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Kamis (25/6/2015).
Nah, imbuhnya, kalau ada dana aspirasi, apalagi diartikan sebagai sebuah item belanja yang baru dan kemudian di luar program yang seperti direncanakan itu jelas tidak bisa. Karenanya pemerintah menolaknya.
Tabrak UU
"Secara logis proses perencanaan pembangunan yang benar itu dimulai dengan perencanaan program baru diikuti dengan alokasi anggaran. Bukan dibalik, penetapan anggaran sejumlah dulu baru ditetapkan perencanaannya."
Hal itu disampaikan Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Kamis (25/6/2015). Itu menanggapi usulan dana aspirasi anggota DPR RI dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015.
Karena menurut Andrinof, alur perencanaan pembangunan seperti diatur Undang-undang (UU) selalu dimulai dari program, prioritas baru setelah itu disiapkan formasi postur anggaran. Dan postur itu yang disiapkan Kementerian Keuaangan--yang dinamakan pagu indikatif.
"Yang saya katakan adalah sesuatu yang sudah jelas-jelas diatur di UU dan tentu harus dijalankan," tandasnya.
Dia pun enggan masuk ke wilayah politik terkait dana aspirasi dewan tersebut. Dirinya hanya mau menjelaskan di wilayah peraturan perundang-undangan terkait posisi pemerintah atas dana aspirasi yang diusulkan DPR.
"Yang jelas kalau kita mau konsisten dengan UU ya usulan yang sifatnya akan mengubah arah pembangunan tidak sesuai dengan UU," kritiknya.
"Soal ditolak atau tidak, itu sikap politik. Itu di luar domain peraturan perundang-undangan," tambahnya.
Lebih lanjut dia jelaskan, sesuai prosedurnya seperti diatur UU--kalau ada aspirasi masyarakat boleh dibawa oleh DPR ke Musrembang. "Ada ruang DPR menyampaikan ke Bappenas dalam masa-mas perumusan RKP atau RPJM," jelasnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro kembali menegaskan Presiden Joko Widodo menyatakan sikapnya menolak Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi.
"Presiden kan intinya menolak kalau itu di luar mekanisme ketentuan APBN. Jadi, semua itu harus dalam mekanisme APBN," ujar Bambang usai mengikuti rapat paripurna di DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (25/6/2015).
Bambang mengatakan dirinya belum bisa menilai terlebih dahulu apakah dana aspirasi itu sudah sesuai mekanisme ketentuan APBN, sehingga bisa dimasukkan ke APBN 2016 atau tidak. Sebab, hingga kini DPR belum memberikan draft terkait mekanisme dana aspirasi.
"Ya belum bisa dibaca. Orang belum ada proposalnya," kata Bambang.
Bambang mengatakan pihaknya tetap menyikapi dana aspirasi sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
"Tentunya. Pasti (sesuai arahan Presiden). Tapi tentunya kami lihat proposalnya dulu (dari DPR). Karena belum ada proposal, maka enggak ada yang bisa dibahas," kata Bambang.