Bareskrim Periksa Pegawai Bank Swasta untuk Kasus Payment Gateway
Bareskrim memeriksa sejumlah saksi tambahan untuk merampungkan perkara dugaan korupsi payment gateway yang menyeret Denny Indrayana.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Demi mempercepat pemberkasaan kasus dugaan korupsi proyek payment gateway dengan tersangka Denny Indyarana, Bareskrim kembali memeriksa saksi-saksi tambahan.
Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Agus Rianto menuturkan 2015) penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri telah memeriksa seorang karyawan di sebuah bank swasta, Kamis (2/7/2015).
"Kasus payment gateway, hari ini diperiksa satu orang karyawan di sebuah bank swasta. Karyawan ini diperiksa sebagai saksi terkait dugaan dana yang ditampung di bank tersebut sebelum disetorkan ke negara," kata Agus di Bareskrim.
Beberapa bulan lalu, penyidik juga telah memeriksa Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja terkait perkara dugaan korupsi dalam sistem payment gateway.
Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Brigjen Ahmad Wiyagus mengatakan pemeriksaan Jahja terkait BCA menjadi bank persepsi. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2006, bank persepsi adalah bank umum yang ditunjuk untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak.
Dalam sistem payment gateway pada pembayaran pembuatan paspor melalui elektronik, pemohon dikenakan biaya sebesar Rp 5.000 dalam satu kali pembuatan. Hal inilah yang dianggap melanggar ketentuan dari Kementerian Keuangan.
Ketentuan itu menetapkan pemohon paspor tidak diperkenankan dibebani biaya tambahan di luar sebagaimana diatur dalam PP tentang Jenis dan Tarif yang Berlaku.
Denny telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi payment gateway. Dia diduga menyalahgunakan wewenang dalam program sistem pembayaran paspor elektronik di Kementerian Hukum dan HAM.
Atas perbuatannya dia dijerat dengan Pasal 2 ayat 2, Pasal 3 dan Pasal 23 UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.