Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Politikus Demokrat Ini Tak Sepakat Istilah Politik Dinasti

"Saya kurang sepakat dengan istilah politik dinasti. Sudah banyak contoh yang sukses, contoh Bill Clinton dan Hillary," ujar Didi Irawadi.

Editor: Y Gustaman
zoom-in Politikus Demokrat Ini Tak Sepakat Istilah Politik Dinasti
Tribunnews/Dany Permana
Juru bicara Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin menyampaikan pandangannya dalam diskusi Polemik bertema Jokowi, Kok Gitu? , di Jakarta, Sabtu (17/1/2015). Diskusi tersebut membahas tentang polemik pencalonan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri oleh Presiden Joko Widodo. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat menyambut baik keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan adanya larangan politik dinasti justru melanggar hukum dan inkonstitusional.

Wakil Sekjen Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin mengatakan sejauh calon itu cakap, profesional, tidak KKN, maka sah-sah saja apabila ada keluarga, saudara, kakak, adik atau ipar mencalonkan diri dalam politik lewat pilkada. 

"Sangatlah naif dan tidak adil manakala ada saudara, keluarga, adik, kakak, ipar lalu tidak boleh punya kesempatan untuk maju dalam pilkada. Sejauh tujuan memperoleh jabatan publik tidak dalam konteks KKN, katakanlah tidak bermaksud memuluskan bisnis keluarga, tentunya tidak masalah, " ujar Didi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (8/7/2015).

Didi mengatakan, setiap warga negara tentunya punya hak yang sama untuk menduduki jabatan publik kalau mereka memang cakap, mampu, profesional dan memang punya kapasitas.

Ia juga sepakat dengan MK bahwa Pasal 7 huruf r soal syarat pencalonan bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 2 yang bebas diskriminatif serta bertentangan dengan hak konstitusional dan hak untuk dipilih dalam pemerintahan.

"Tidak jarang keluarga yang berhasil dalam berpolitik saya kurang sepakat dengan istilah politik dinasti. Sudah banyak contoh yang sukses, contoh Bill Clinton dan Hillary keluarga Kennedy, keluarga Bush di Amerika, keluarga Indira Gandhi di India. Banyak juga lainnya dalam konteks kepala negara, atau kepala daerah di berbagai negara, juga di Indonesia," ujar Didi.

Berita Rekomendasi

Tentu, lanjut Didi, sekali lagi asalkan tidak berbasis kepentingan primordial, sekadar mengambil keuntungan bisnis semata, apalagi KKN. Perlu dipikirkan ke depan adalah pengawasan dan kontrolnya.

"Saya kira perlu sanksi yang lebih berat manakala di kemudian hari jabatan itu disalahgunakan, katakanlah apabila ada petahana yang memuluskan keluarganya dengan cara-cara yang tidak benar atau KKN untuk meraih jabatan publik," tambah dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas