Negara tidak Boleh Membatasi Keluarga Incumbent untuk Mencalonkan Diri
Menurut Irman, negara tidak boleh membatasi keluarga petahana (incumbent) untuk mencalonkan diri.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin mengatakan negara tidak boleh malas dalam membuat aturan sehingga membatasi hak seseoorang untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum kepala daerah (Pilkada).
Menurut Irman, negara tidak boleh membatasi keluarga petahana (incumbent) untuk mencalonkan diri. Irman pun mengajak agar semua pihak menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan izin kepada keluarga petahana mencalonkan diri.
"Jangan sampai kita jadi negara malas. Itulah gunanya kita ciptakan negara, kita ciptakan sistem pengawasan jangan sampai ada hak-hak warga negara yang tidak terpenuhi," kata Irman dalam diskusi bertajuk 'Petahana Petaka Demokrasi' di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (11/7/2015).
Karena itu, negara harus berupaya maksimal dalam membuat aturan yang tidak diskriminatif dan mengawasinya.
"Negara harus berupaya maksimal. Memang kalau kita lihat kondisi petahana, tidak perku masuk dalam perdebatan ini diskriminatif atau tidak, dari asal itu sudah inkonstitusional karna penjelasan itu menambah norma baru, MK bisa batalkan di situ," kata Irman.
Irman mengatakan putusan MK tidak membenarkan kewenangan petahana digunakan untuk menguntungkan orang-orang lain yang bertarung dalam Pilkada. Jika menyangkut konflik kepentingan, Irman mengatakan itu tidak hanya terjadi apabila keluarga kepala daerah mencalonkan diri.
Menurutnya kewenangan petahana yang harus dibatasi menjelang Pilkada untuk menghilangkan penyalahgunaan wewenangnya. Misalnya saja, kepala daerah tidak boleh melakukan mutasi enam bulan sebelum Pilkada dimulai.
Konflik kepentingan juga sudah terjadi dalam partai politik dan perintah partai politik kepala daerah untuk memenangkan Pilkada. Irman mengingatkan, dalam membuat aturan tidak boleh berdasarkan dari kecurigaan. Kalau semuanya bermuara dari kecurigaan, Irman mengatakan negara tidak perlu kepolisian untuk menangkap para penjahat.
"Semua orang yang dicurigai kejahatan habisi saja, itu malas namanya. Negara tidak boeh jadi negara malas.
Negara harus berupaya maksimal," tukas Irman.
Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. (Eri Komar Sinaga)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.