Terlibat Pemerasan Setoran di Pelabuhan, Kepala Daerah di Sulawesi Berstatus Tersangka
Ada satu Kepala Daerah di Sulawesi, bukan Maros. Kepala Daerah ini tersangkut kasus pemerasan, masalah setoran uang di pelabuhan.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Ekomoni Khusus Bareskrim Polri telah menetapkan status tersangka pada seorang Kepala Daerah di Sulawesi. Sayangnya siapa kepala daerah ini masih belum diungkap.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Victor E Simanjuntak mengatakan kepala daerah ini diusut atas kasus pemerasan dari adanya laporan masyarakat yang masuk ke Bareskrim sekitar beberapa bulan lalu.
"Ada satu Kepala Daerah di Sulawesi, bukan Maros. Kepala Daerah ini tersangkut kasus pemerasan, masalah setoran uang di pelabuhan. Namanya saya tidak hafal, inisialnya dia kepala daerah di Sulawesi, Kabupaten B," tegas Victor, Senin (13/7/2015) di Mabes Polri.
Victor melanjutkan dari hasil gelar perkara beberapa hari lalu, yang bersangkutan bisa dinaikkan statusnya sebagai tersangka. Dan hari ini, kembali dilakukan gelar perkara hasilnya Kepala Daerah tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Victor menambahkan kemungkinan besok pihaknya akan membuat Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan ia sendiri yang nantinya menandatangani SPDP tersebut.
Untuk diketahui, kasus kepala daerah yang ditangani Direktorat Tindak Pidana Ekomoni Khusus Bareskrim Polri yang belakangan mencuat yakni dugaan tindak pidana gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Bupati Barru, Sulawesi Selatan, AIS.
Benarkah kepala daerah yang dimaksud ialah Bupati Barru, Sulawesi Selatan? Pasalnya Victor hanya memberi bocoran kepala daerah tersebut menjabat di Sulawesi, di Kabupaten B dan terlibat kasus pemerasan uang setoran di Pelabuhan.
Atas kasus Bupati B ini, Bareskrim sudah mengantongi sejumlah bukti. Dari berbagai barang bukti ini, penyidik menduga Bupati B telah menerima gratifikasi berupa mobil mewah dari berbagai pihak.
Gratifikasi tersebut diterima sang Bupati dengan melibatkan sang istri, yakni ACM. Polisi juga sempat mengundang istri bupati untuk diperiksa di Jakarta, namun ia tidak memenuhi undangan Polisi.
"Kemarin istrinya dipanggil sebagai saksi dulu, tapi nggak datang, ini nanti akan kami panggil juga kedua kali istrinya, dan bupati sebagai saksi," katanya.
Berdasarkan informasi yang diterima TRIBUNnews.com, salah satu dugaan korupsi yang tengah didalami polisi adalah terkait pelabuhan Garongkong di kabupaten Barru. Sang bupati diduga tidak mematuhi peraturan daerah nomor 1 tahun 2015, dengan tidak membentuk Perusahaan Daerah Kepelabuhan dan Pelayaran.
Namun pemerintah Kabupaten Barru memberikan izin prinsip pada sejumlah perusahaaan untuk melakukan aktivitasnya di pelabuhan, namun uang pungutan tersebut tidak disetorkan ke kas daerah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 61/PMK07/2011, Kabupaten Barru juga menerima uang sebesar Rp 22.501.381.000 namun uang itu tidak digunakan sesuai peruntukannya. Bupati justru mengalirkan uang tersebut ke setidaknya empat yayasan yang berbeda.
Bupati diduga menerima gratifikasi berupa satu unit Toyota Alphard bernomor Polisi DD 61 AS berwarna hitam, dari PT.Cipta Bhara Bata dan PT.Jaya Bakti. Gratifikasi tersebut terkait pencairan dana pembangunan ruko dan sejumlah pasar.
Ia juga menerima gratifikasi berupa mobil Mitsubishi Pajero Sport nomor Polisi DD 1727, terkait proyek di pelabuhan Garongkong. Mobil tersebut didaftarkan atas nama istri bupati.
Hingga berita ini diturunkan Tribunnews belum bisa mendapatkan konfirmasi dari Bupati Barru.