Imam Mushala Karubaga: Warga di Luar Tolikara Jangan Bikin Pernyataan yang Pancing Emosi
Masyarakat Kecamatan Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, menegaskan tidak ada konflik antaragama yang terjadi di wilayah mereka.
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, Tolikara — Masyarakat Kecamatan Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, menegaskan tidak ada konflik antaragama yang terjadi di wilayah mereka.
Warga menilai kerusuhan yang berujung pembakaran kios yang lalu merembet ke mushala disebabkan miskomunikasi antarkelompok masyarakat dan unsur pimpinan daerah.
Dalam pantauan Kompas di Kecamatan Karubaga, Senin (20/7) siang, terlihat sejumlah personel Polri dan TNI masih berjaga di sekitar kios yang terbakar. Namun, masyarakat setempat dan warga pendatang sudah mulai beraktivitas seperti biasa. Sekitar 50 keluarga yang kios dan tempat tinggalnya terbakar sementara tinggal di tenda darurat di halaman Markas Koramil 1702-11/Karubaga.
Sementara itu, warga setempat menggelar upacara bakar batu guna menutup rangkaian kegiatan seminar kepemudaan yang digelar oleh Gereja Injili di Indonesia (GIDI) di lapangan, beberapa ratus meter dari Markas Koramil. Warga pendatang juga terlihat di antara warga setempat.
"Kami mengimbau masyarakat di luar Tolikara untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang memancing emosi. Kami di sini sudah tinggal lama. Hubungan juga terjalin harmonis. Jangan ada balas dendam," kata Ali Mukhtar (39), imam Mushala Baitul Muttaqiem di Karubaga.
Menurut dia, konflik yang berlangsung saat komunitas Muslim menunaikan shalat Id pada Jumat lalu itu disebabkan miskomunikasi. Dia mengaku pihaknya tak menerima surat edaran dari GIDI yang telah direvisi: meminta pelaksanaan shalat agar dilakukan di mushala tanpa menggunakan pengeras suara. Oleh karena itu, ia tetap menggelar shalat Id di halaman masjid. Imbauan itu dikeluarkan pengurus GIDI karena mereka menggelar kegiatan kepemudaan tingkat nasional di lokasi yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi shalat Id.
Timotius Yanengga (30), tokoh pemuda di Karubaga, mengaku tak tahu mengapa warga yang sudah berhubungan baik selama ini bisa tiba-tiba menjadi berkonflik. Menurut dia, selama ini tidak pernah ada persoalan agama di antara masyarakat setempat dan warga pendatang.
Menurut Bupati Tolikara Usman G Wanimbo, konflik berawal dari kedatangan sejumlah pemuda yang hendak membubarkan shalat Id di lapangan karena merasa imbauan mereka tak diindahkan. Wanimbo mengatakan, tindakan pemuda itu tak bisa dibenarkan karena beribadah merupakan hak asasi manusia. Tak lama kemudian, massa bisa dipaksa mundur. Namun, saat petugas memberi tembakan peringatan, massa menjadi agresif.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.