Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Alasan MUI Sebut BPJS Kesehatan Tak Sesuai Syariah

Komisi Fatwa MUI menyebut bahwa iuran dalam transaksi yang dilakukan BPJS Kesehatan tidak sesuai ketentuan syariah.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Alasan MUI Sebut BPJS Kesehatan Tak Sesuai Syariah
Warta Kota/adhy kelana/kla/adhy kelana/kla
DAFTAR BPJS - Sejumlah warga antre mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan di Kantor Pelayanan Askes Sukmajaya, di Jalan Kemakmuran, Depok, Jabar, Selasa (7/1). Antrean disebabkan karena kurangnya sosialisasi tentang persyaratan serta loket pendaftaran tersebut merupakan satu-satunya tempat pendaftaran BPJS Kesehatan yang dibuka di kota Depok. (Warta Kota/adhy kelana/kla) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan tinjauan mengenai Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan) dalam keputusan yang dihasilkan forum pertemuan atau ijtima Komisi Fatwa MUI di Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah Cikura, Bojong, Tegal, Jawa Tengah, pada Juni 2015.

Dalam ijtima itu, Komisi Fatwa MUI menyebut bahwa iuran dalam transaksi yang dilakukan BPJS Kesehatan tidak sesuai ketentuan syariah. Lalu apa yang menjadi dasar pertimbangannya?

Ketua bidang fatwa MUI, Ma'ruf Amin menjelaskan, yang menjadi persoalan bukanlah subsidi silang yang diterapkan oleh BPJS Kesehatan. Namun, sistem pengelolaan dana yang dikumpulkan dari masyarakat. Menurut Ma'ruf, masyarakat tidak tahu uangnya diinvestasikan ke mana.

Dalam transaksi syariah, tidak boleh menimbulkan maisir dan gharar. Adapun, maisir adalah memperoleh keuntungan tanpa bekerja, yang biasanya disertai unsur pertaruhan atau spekulasi. Sementara gharar secara terminologi adalah penipuan dan tidak mengetahui sesuatu yang diakadkan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.

"Kalau itu dibiarkan diinvestasi tanpa syariah, ada maisir-nya, seperti berjudi. Karena uang itu bisa diinvestasikan ke mana saja," ujar Ma'ruf saat dijumpai di kantornya, Kamis (30/7/2015).

Sehingga dari dua unsur itu, BPJS Kesehatan dianggap belum bisa memenuhi syariah. Seharusnya, pada saat akad, peserta BPJS diberikan pengetahuan lengkap sehingga uang yang disetorkannya benar-benar dimanfaatkan untuk hal-hal yang memenuhi syariat Islam.

Tak hanya itu, Ma'ruf melanjutkan, BPJS Kesehatan juga melakukan riba, yang dilarang oleh Islam. Riba didapat BPJS Kesehatan dengan menarik bunga sebagai denda atas keterlambatan pembayaran. "Enggak boleh, kalau syariah enggak boleh begitu," kata dia.

BERITA REKOMENDASI

"Jadi kalau syariah itu akadnya harus betul, status dana yang dikumpulkannya jelas. Bagaimana kalau dana itu surplus, bagaimana kalau kurang, siapa yang bertanggung jawab? Itu semua harus secara syariah," tutur Ma'ruf.

MUI menanggapi BPJS Kesehatan sebagai salah satu tinjauan terhadap perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, BPJS Kesehatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.

Dalam tinjauannya, MUI menyambut baik diterbitkannya UU tentang BPJS. MUI bersyukur adanya upaya, program, dan kegiatan untuk meningkatkan kemudahan akses masyarakat pada fasilitas kesehatan. Namun, MUI mempermasalahan transaksi yang dilakukan BPJS Kesehatan, yang duanggap tidak sesuai dengan perspektif ekonomi Islam.

"Secara umum program BPJS Kesehatan belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam, terlebih lagi jika dilihat dari hubungan hukum atau akad antarpara pihak," demikian bunyi Ijtima Ulama V Tahun 2015.

MUI pun kemudian mendorong pemerintah untuk menyempurnakan ketentuan dan sistem BPJS Kesehatan agar sesuai dengan prinsip syariah. Menanggapi ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan bahwa pemerintah akan berdiskusi dengan para ulama mengenai usulan MUI.


Penulis: Sabrina Asril

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas