Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sesuatu yang Dibatalkan MK, Tak Bisa Dihidupkan Lagi

Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin mengatakan percuma Presiden Jokowi memasukkan kembali pasal penghinaan

Penulis: Johnson Simanjuntak
zoom-in Sesuatu yang Dibatalkan MK, Tak Bisa Dihidupkan Lagi
Ferdinand Waskita/Tribunnews.com
Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin mengatakan percuma Presiden Jokowi memasukkan kembali pasal penghinaan terhadap Presiden dalam RUU KUHP karena pasal itu tidak mungkin bisa dihidupkan kembali.

Hal ini karena pasal tersebut telah dibatalkan oleh MK dan sesuatu yang sudah dibatalkan tidak mungkin dihidupkan kembali.

"Memang ada beberapa pasal dimunculkan seperti tentang penghinaan kepada Presiden. Berdasarkan azaz hukum, sesuatu yang dibatalkan di MK, tak bisa dihidupkan lagi," kata Aziz di gedung DPR Jakarta, Senin (3/8/2015).

Azis menegaskan Pasal 134, Pasal 136 dan Pasal 137 KUHP tentang Penghinaan Presiden telah dicabut MK tahun 2006. MK menilai ketiga pasal itu menimbulkan ketidakpastian hukum karena rentan disalah tafsirkan.

Namun, dalam RUU KUHP yang disampaikan ke DPR 5 Juni 2015, pasal yang berbunyi "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV" tersebut kembali muncul (Pasal 264 ayat 1 RUU KUHP).

Dia pun menegaskan Presiden Jokowi tidak bisa memaksakan agar pasal ini dimasukkan. Dia pun meski pemerintah yang mengusulkan, pemerintah tidak bisa memaksakannya. Apa yang sudah diputuskan MK melanggar konstitusi yah tidak mungkin diubah lagi.

"Tidak bisa dipaksakan. Ini negara hukum, putusan MK itu final dan mengikat. Kalau dihidupkan akan dibatalkan lagi oleh MK. Masak satu kali sudah dibatalkan, mau dimasukkan lagi sehingga jadi dua kali dibatalkan," ujar politikus Golkar tersebut.

Berita Rekomendasi

Aziz sendiri tidak mengetahui alasan pemerintah menghidupkan kembali pasal tersebut karena tidak dijelaskan secara rinci maupun global.

"Apa urgensinya, saya pun tidak tahu. Kenapa dihidupkan kembali, sekarang tidak bisa. Apapun itu secara logika hukum hal itu tidak mungkin lagi," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas