Mundurnya Calon Kepala Daerah Jadi Preseden Buruk
Keputusan mundurnya dari calon peserta Pilkada serentak, dinilai menjadi preseden buruk oleh Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan mundurnya dari calon peserta Pilkada serentak, dinilai menjadi preseden buruk oleh Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay. Meski hal tersebut merupakan hak yang dimiliki oleh setiap pribadi calon kepala daerah, Hadar menyayangkan sikap tersebut.
Hadar melihat kejadian yang telah terjadi di Kota Surabaya disaat calon wakil wali kota Surabaya, Haries Purwoko meninggalkan KPU Kota Surabaya dan tidak kembali lagi. Hal tersebut menjadi contoh disaat kepala daerah mengundurkan diri sebelum tahapan penetapan dimulai.
"Ini akan menjadi preseden buruk. Kekhwatirannya, nantinya akan diikuti calon lain," ujar Hadar di Kantor KPU, Jakarta, Minggu (9/8/2015).
Sama halnya dengan Pilkada di Kota Surabaya, kejadian yang sama juga terjadi di Kota Denpasar, kendati tidak ada kata pengunduran diri dalam surat yang diberikan oleh I Ketut Suwandi kepada KPU Kota Denpasar.
Menurut Ketua KPU Kota Denpasar, I Gede John Darmawan mengatakan bahwa hal tersebut baru pertama kali terjadi sepanjang Pilkada di Kota Denpasar. Sehingga pihaknya segera menemui komisioner KPU RI untuk meminta masukan.
"Ini kejadian luar biasa. Baru pertama kali terjadi di Kota Denpasar, makanya kami minta saran dari KPU RI," kata John.
John menambahkan bahwa I Ketut Suwandi yang menjadi calon wali kota Denpasar dan pasangannya I Made Arjaya yang menjadi calon wakil wali kota, sudah didukung oleh tiga partai besar yaitu Golkar, Demokrat dan juga Gerindra.
Sedangkan lawannya, I B Rai Dharmawijaya Mantra dan I GST NGR Jayanegara merupakan incumbent yang didukung oleh partai PDI Perjuangan.
John mengakui, jika KPU RI menyarankan untuk menolak calon tersebut, maka hanya tersisa fraksi Hanura yang tidak memiliki suara untuk mengajukan calon sendiri karena tidak mencukupi 20 persen suara.
"Untuk mengajukan calon minimal harus 9 kursi, sedangkan Hanura hanya punya 8 kursi," tambah John.
Dalam UU Pilkada No 8 Tahun 2015 pasal 53, dikatakan bahwa calon dari partai politik yang sudah mengundurkan diri tidak dapat dipilih kembali, begitu juga partai yang mengusung tidak dapat mendukung calon lainnya.
Sedangkan untuk calon perseorangan, dikenakan sanksi administratif sebesar Rp 20 miliar untuk kabupaten/kota dan Rp 10 miliar untuk tingkat provinsi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.