Komnas HAM Temukan Empat Dugaan Pelanggaran HAM di Peristiwa Tolikara
Hal ini dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan tim Komnas HAM pada 22 sampai 25 Juli 2015
Penulis: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan ada empat dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa kerusuhan Tolikara 17 Juli 2015.
Hal ini dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan tim Komnas HAM pada 22 sampai 25 Juli 2015.
Ketua Tim Penyelidikan Peristiwa Tolikara Papua, Manager Nasution mengatakan, pihaknya menemukan kasus toleransi berupa pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) Undang - undang 39 Tahun 1999 tentang HAM.
"Faktanya, Bupati Tolikara Usman Wanimbo, mengakui sudah menandatangani bersama dua fraksi DPRD Tolikara (2013) Perda tentang pelarangan dan pembatasan agama dan pengamalan agama tertentu di Tolikara. Perda itu dalam perspektif HAM dinilai diskriminatif," kata Manager kepada wartawan, Selasa (11/8/2015).
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, dugaan pelanggaran HAM tampak dari beredarnya surat dari Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Badan Pekerja Wilayah Tolikara. Surat bernomor 90/SP/GIDI-WT/VII/2015 itu ditandatangani oleh Ketua Wilayah Tolikara Pendeta Nayus Wenda dan Sekretarisnya, Pendeta Marthen Jingga.
Menurutnya, surat yang ditujukan kepada berbagai instansi/lembaga tersebut berisi pemberitahuan adanya kegiatan Seminar dan Kebaktian Kebangkitan Ruhani (KKR) Pemudua GIDI tingkat internasional 13 sampai 19 Juli 2015.
Lebih lanjut dikatakan Manager surat itu juga berisi larangan merayakan Lebaran di Tolikara. Perayaan diperbolehkan di luar Tolikara atau Jayapura.
Tak hanya itu, Komnas HAM mendapati adanya larangan berjilbab bagi perempuan muslim dalam surat.
Menurut Manager, surat GIDI telah dikonfirmasi kepada Presiden GIDI, Pendeta Dorman Wandikbo dan BPW GIDI Tolikara.
"Mereka mengatakan sudah meralat. Fakta,terjadi gerakan massa yang menyebabkan bubarnya orang beribadah, salat Idul Fitri 1436 H, 17 Juli 2015 pada rakaat pertama takbir ketujuh," katanya.
Selain persoalan diskriminasi, Komnas HAM menduga adanya pelanggaran terhadap hak untuk Hidup sebagaimana dijamin pasal 9 ayat (1) UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
"Faktanya ada korban pemembakan yang menyebabkan seorang meninggal dunia atasnama Enis Wanimbo dan 11 orang luka tembak, yaitu Aitelur Yanengga, Endi Wanembo, Emison Pagawak, Aleri Wenda, Ailes Kogoya, Yulianus Lambe, Amaten Wenda, Perenus Wanimbo, Erendinus Jokwa, Keratus Kogoya, dan Gaubuli Jikwa," kata Manager.
Peristiwa intoleransi itu melanggar pula hak atas rasa aman (pasal 9 ayat (2), 29 ayat (1), 30 dan pasal 31 ayat 1 dan 2 UU No 39 tahun 1999).
"Peristiwa Tolikara tersebut telah mengakibatkan syiar ketakutan yang mengakibatkan hilangnya rasa aman warga negara, khususnya warga muslim dan warga pendatang di Tolikara," kata Manager.
Kekhawatiran itu semakin massif apalagi dengan kemungkinan akan terjadinya bentrokan susulan.
Selepas kejadian, kata Manager, warga setempat sempat membuat tulisan dan simbol-simbol tertentu, salib, agar rumah atau kiosnya tidak dirusak ataupun dibakar. Atas kejadian tersebut, Komnas HAM mendesak pemerintah menjamin kebebasan beragama di Tolikara.