Menteri Ferry Dorong Kowani Legalkan Aset Pertanahan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Negara (ATR/BPN) melakukan kerjasama dengan Kongres Wanita Indonesia
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Negara (ATR/BPN) melakukan kerjasama dengan Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Selasa (18/8/2015).
Dalam sambutanya, Menteri ATR/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan mengaku siap membantu masalah legalitas pertanahan yang miliki oleh organisasi Kowani di seluruh Indonesia.
"Kowani dia memiliki anggota 86 organisasi kewanitaan dibawahnya. Yang jadi masalah kesekretariatan status kepemilikan kantor-kantor itu jadi tanggungjawab Kowani. Nanti kami bantu meratifikasi dan menyarankan untuk melakukan penyelamatan," kata Ferry di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (18/8/2015).
Lebih lanjut Ferry mengatakan, perlu adanya peningkatan soal pelayanan, sistem, dan juga masalah database dalam pertanahan ini.
Ferry berharap adanya peran seorang wanita dalam ibu rumah tangga dalam menjaga dan mencatat aset yang dimiliki oleh keluarga. Dengan demikian, hal itu dapat mengurai potensi masalah yang kemudian bisa saja terjadi.
"Jadi, peran ibu untuk mencatat berupa aset (tanah), baik dalam konteks keorganisasian, maupun dalam keluarga. Itu yang saya kira perlu didorong," katanya.
Dirinya optimis, bakal terbantu dengan 50 juta anggota Kowani yang tersebar di seluruh Indonesia, mampu menuntaskan lebih banyak masalah pertanahan.
"Kalau mampu peran efektif (Kowani), kami optimis palin tidak 3/4 masalah pertanahan selesai. Karena ibu-ibu mendorong, ayo dong pak kita sertifikasi tanah dan aset," kata Ferry.
Sementara itu Ketua Umum Kowani Giwo Rubianto Wiyoho menjelaskan, sejauh ini aset yang terdata berada di Jakarta dan Yogyakarta.
Dirinya berharap bekerjasama dengan Kemeterian ATR/BPN agar aset-aset yang dilegalisasi, statusnya bisa menjadi hak milik. Selama ini, karena atas nama organisasi, kepemilikan sertifikatnya bersatus hak guna bangunan (HGB) yang perlu diperpanjang pada saat-saat tertentu.
"Apa bisa supaya lebih fokus kepemilikan hak milik organisasi. Tujuannya untuk mengurangi permasalahan proses perpanjangan menjadi milik organisasi," kata Giwo.
Menurutnya, karena proses perpanjangan inilah yang sering menimbulkan masalah di lapangan. Saat organisasi belum memperpanjang, ada pihak yang tidak bertanggung jawab mengambil alih aset Kowani.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.