Komisi III DPR Terbelah soal Hukuman Mati di RUU KUHP
Mufahri mengatakan pembahasan mengenai hukuman mati perlu dikaji secara mendalam dan penuh kehati-hatian
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR Mufahri Harahap mengakui pendapat mengenai hukuman mati terbelah terkait pembahasan RUU KUHP. Sebagian anggota Komisi III menganggap rezim hukuman mati harus diakhiri.
"Sementara sebagian lainnya, yang saya kira mayoritas jumlahnya, masih menginginkan penerapan hukuman mati terhadap kejahatan-kejahatan yang kita anggap sebagai kejahatan puncak atau extraordinary crime," kata Mufahri di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (25/8/2015).
Mufahri mengatakan pembahasan mengenai hukuman mati perlu dikaji secara mendalam dan penuh kehati-hatian. Ia mengatakan hukuman tersebut apakah sesuai harapan atau tidak.
"Apakah efek jera yang kita harapkan dari pemberlakuan hukuman maksimal itu sudah sesuai hasilnya dgn harapan kita saya kira memang perlu kehati-hatian, perlu ketelitian, perlu pemikiran yang mendalam," ujar Politikus PAN itu.
Mufahri berpandangan tidak perlu tergesa-gesa menyelesaikan undang-undang. Sebab, pembahasan menyangkut 600 pasal sehingga diperlukan ketelitian. "Kemudian melibatkan banyak pihak yang expert untuk sama-sama terlibat dalam penyusunan ini," katanya.
Ia mengakui upaya melakukan revisi tersebut sudah dilakukan puluhan tahun. Namun tidak kunjung berhasil hingga kini. Mufahri berharap pada periode ini pembahasan mengenai RUU KUHP dapat berhasil.
"Saya bilang tidak perlu batas waktu. Ada 600 pasal lebih. Ini UU pokok, ini bukan UU ecek-ecek. Ini UU yang menentukan tegaknya kita sebagai negara hukum. Jadi perlu perhatian dan pemikiran yang mendalam," imbuhnya.