Komjen Buwas Pertanyakan Cara Berpikir Wapres JK Soal Kasus Korupsi di Pelindo II
"Saya kira kasus itu harus lanjut. Karena kasus itu sudah terbuka dan ada alat buktinya. Tidak ada alasan untuk dihentikan. Itu kan harus diteruskan,"
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla menelepon Kepala Bareskrim Komjen Pol Budi Waseso beberapa jam setelah ia memimpin penggeledahan di kantor Pelindo II Tanjuk Priok terkait pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan mobile crane. JK minta Buwas agar tidak memidanakan kebijakan korporasi.
Sampai hari ini, Buwas masih bingung dengan cara berpikir JK seperti itu. Ia tak setuju dengan cara berpikir sekaligus permintaan JK yang satu itu. Sebab, penggeledahan tersebut murni proses hukum atas penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan mobile crane di PT Pelindo II.
"Jangan cara berpikirnya demikian. Nanti dilihat saja perjalanan penyidikannya. Kita tidak boleh berandai-andai dan mengambil kesimpulan yang belum tentu benar," kata Buwas di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (4/9/2015).
Sebelumnya, JK mengakui pernah menelepon Buwas terkait penggeledahan yang dilakukan Bareskrim di PT Pelindo II, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Jumat, 28 Agustus 2015 lalu.
"Saya cuma bilang seperti biasa, ini kan kebijakan korporasi, ya jangan dipidanakan. Itu prinsip yang kita telah pakai dan sesuai aturan undang-undang tentang administrasi pemerintah," kata JK di Kantor Wapres, Jakarta, Kamis (3/9/2015).
Menurut JK, pemerintah telah mengimbau penegak hukum berhati-hati mengusut kebijakan suatu korporasi, terlebih lagi BUMN. "Pokoknya selama itu korupsi dengan sengaja, pasti tetapkanlah. Namun kalau kebijakan, jangan. Itu saja prinsipnya," imbuh dia.
Menurut Buwas, ia tak bisa menuruti permintaan JK karena bertentangan dengan prinsip penegakan hukum. "Ya enggak bisa dong. Kalau pidananya enggak diusut, berarti tidak boleh lagi sebuah pelanggaran pidana diusut dong," terang Buwas.
Bareskrim menggeledah kantor Pelindo II berdasar dua alat bukti yang kuat adanya dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 10 mobile crane asal Tiongkok senilai Rp 45 miliar dengan taksiran kerugian negara di atas nilai itu.
"Sangat-sangat yakin. Bukan 100 persen, tapi 1.000 persen," tandasnya.
Selain itu, penetapan tersangka anak buah RJ Lino, berinisial FN, selaku Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II, terkait kasus tersebut juga didasari dua alat bukti yang kuat.
"Sekarang kami sudah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan saksi dan ahli. Tersangka adalah pintu masuk kami," jelas Buwas.
Menurut Buwas, karena penyidik telah memperoleh dua alat bukti yang kuat adanya tindak pidana korupsi dalam pengadaan mobile crane, maka tidak alasan penyidikan kasus itu bisa dihentikan atau dikeluarkan SP3.
"Saya kira kasus itu harus lanjut. Karena kasus itu sudah terbuka dan ada alat buktinya. Tidak ada alasan untuk dihentikan. Itu kan harus diteruskan, diselesaikan, dan Polri harus bisa membuktikan dugaan pelanggaran hukum itu," tegas dia.
Buwas 'menyindir' bahwa pemerintahan Jokowi-JK mempunyai sembilan program prioritas yang terbungkus dalam Nawacita, di antaranya tentang pemberantasan korupsi.
"Kan semua, termasuk presiden dalam nawacitanya menyebut pemberantasan korupsi. Jadi, kita harus betul-betul firm untuk melakukan pemberantasan korupsi," ujarnya.
Pengusutan kasus dugaan korupsi di PT Pelindo, Tanjung Priok diduga menjadi salah satu penyebab pencopotan dan mutasi Komjen Budi Waseso dari posisi Kabareskrim Polri menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).
Direkur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino sempat meradang lantaran kantornya diobrak-abrik penyidik Bareskrim Polri yang mencari dokumen dan bukti dugaan korupsi pengadaan 10 mobile crane.
Saat penggeledahan, RJ Lino sempat menelpon ke Kepala Bappenas Sofyan Djalil dan mengancam Presiden Jokowi bahwa dirinya akan mundur karena tidak terima dengan model penggeledahan yang dilakukan penyidik Bareskrim.