Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jurnalisme Damai, Mengurai Konflik, Merajut Kebinekaan

Jurnalis tak sekadar memotret kejadian, tetapi adalah seorang produsen realitas sosial

Editor: Yudie Thirzano
zoom-in Jurnalisme Damai, Mengurai Konflik, Merajut Kebinekaan
Tribunnews/Irwan Rismawan
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso (tengah) bersama Kapolri, Jenderal Pol Badrodin Haiti (dua kiri) dan sejumlah tokoh agama bergandengan tangan saat konferensi pers usai pertemuan di Jakarta, Kamis (23/7/2015). Pertemuan tertutup tersebut membahas penanganan insiden di Tolikara, Papua, Jumat (17/7/2015) lalu. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) 

Akhirnya, pada 2002, terwujudlah Perjanjian Malino II yang menghentikan konflik tersebut.

Produsen realitas sosial

Belum lama ini, kejadian serupa nyaris meletus di Tolikara, Papua. Isu pembakaran rumah ibadah gencar diberitakan tanpa menyadari dampak negatif yang ditimbulkan.

Bukan menjadi solusi, media massa justru memperkeruh suasana. Namun, hal itu kemudian teratasi. 

Sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, mengatakan, peran jurnalis tidak semata-mata melaporkan secara akurat suatu obyek berita untuk kemudian disebarkan.

Jurnalis tak sekadar memotret kejadian, tetapi adalah seorang produsen realitas sosial.

Sebab, apa pun kejadian di luar dunianya dikonstruksikan kembali oleh pikiran, dituangkan ke dalam tulisan menjadi sebuah "realitas baru".

Berita Rekomendasi

"Di sinilah letak tanggung jawab jurnalis. Konstruksi realitas yang dibangun oleh seorang jurnalis dapat menjadi 'unit budaya' atau sebaliknya 'sampah budaya' yang ikut menentukan perubahan masyarakat," ujar Imam.

Penyelesaian konflik Poso pada 2002 tak lepas dari peran media massa yang memahami pentingnya perdamaian dan memaknai Bhinneka Tunggal Ika.

Pemahaman dan penjelasan terkait hal yang sebenarnya terjadi dapat mengurai konflik.

Media massa semestinya tak diam ketika konflik surut.

Upaya pihak yang berkonflik dalam menata kembali lingkungan sekitar juga layak diberitakan sehingga menjadi contoh untuk wilayah lain.

"Karena toleransi bukan sebatas kata-kata atau tulisan. Bukan hanya mau duduk bersebelahan, tapi mau menghidupkan kembali gotong royong antarkelompok yang berbeda," ujar Imam.

Direktur Kerja Sama Politik Keamanan ASEAN Kementerian Luar Negeri M Chandra W Yudha sepakat dengan hal itu. Ia mengatakan, jurnalisme ditujukan untuk membantu masyarakat di wilayah konflik membangun kembali komunitasnya.

Halaman
123
Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas