Pernyataan Rizal Ramli Bisa Pengaruhi Kepercayaan Publik kepada Pemerintah
Slamet Junaedi menyayangkan pernyataan Menko Kemaritiman yang menyebut target PLN membangun pembangkit listrik 35.000 Mega Watt tak masuk akal.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Slamet Junaedi menyayangkan pernyataan Menko Kemaritiman Rizal Ramli yang menyebut target PLN membangun pembangkit listrik 35.000 Mega Watt (MW) tak masuk akal. Menurutnya, pernyataan itu bisa mempengaruhi kepercayaan publik kepada pemerintah.
Sebaliknya, dalam hemat Junaedi, selayaknya publik mendukung target yang telah ditetapkan oleh satu-satunya perusahaan penyedia tenaga listrik di Indonesia itu.
"Apa pun program Menko Kemaritiman, tak seharusnya berseberangan dengan target PLN, mengingat cakupannya yang selaras dengan kepentingan masyarakat banyak," tegas Junaedi dalam keterangannya, Selasa (8/9/2015).
Junaedi menambahkan, defisit tenaga listrik Indonesia saat ini hanya mampu mencukupi 80 persen kebutuhan listrik masyarakat. Artinya, 20 persen masyarakat Indonesia masih gelap-gelapan tiap malam, lantaran listrik belum menjangkau mereka. Maka, kalau ada menteri menolak kebijakan yang selaras nawacita Presiden Jokowi ini, sungguh sangat disayangkan. Apalagi kalau penolakannya sengaja dilempar untuk membuat publik gaduh.
Dia mengimbau agar semua pihak memberi kesempatan PLN menjalankan program pro rakyat yang sudah direncanakan dalam Nawacita itu. Dalam hematnya, tak elok seorang pejabat selevel menteri membuat pernyataan-pernyataan pribadi yang justru memicu pesimisme publik. Lebih buruknya, kebiasaan pejabat mengumbar statemen gaduh seperti itu juga bisa menurunkan kepercayaan investor.
Menanggapi lontaran Rizal Ramli terkait mafia token listrik prabayar, Slamet menekankan hal itu masih perlu pembuktian.
"Bisa saja kita membeli pulsa listrik Rp 100 ribu dan mendapat 73 KWH (Kilo Watt), karena adanya biaya administrasi sesuai kapasitas daya listrik. Di situ ada biaya administrasi bank, biaya pajak yang harus dibayar PLN, sehingga ketika dikonversi harga listrik per KWH ditentukan sebesar Rp 1.352. Sebagai catatan, perlu diingat juga bahwa listrik yang bukan prabayar pun ada abonemennya," katanya.
Meski pun begitu, politisi NasDem ini tak menampik kemungkinan adanya praktik-praktik mafia di lingkaran BUMN. Hal itu terlihat pada BUMN yang terus merugi meski setiap tahun mendapat suntikan dana Penanaman Modal Negara (PMN) dari pemerintah. Dalam kerangka ini, pemerintah perlu menimbang langkah penutupan terhadap BUMN terkait.
"Jika perusahaan-perusahaan tersebut tidak bisa dibina, dibinasakan saja," ujarnya.