Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MK Tetapkan Pilkada Tetap Dilakukan Meski Hanya Ada Satu Pasangan Calon

Artinya, pilkada harus menjamin terwujudnya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat

Penulis: Edwin Firdaus
zoom-in MK Tetapkan Pilkada Tetap Dilakukan Meski Hanya Ada Satu Pasangan Calon
Tribunnews/Irwan Rismawan
Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman (kedua kiri) bersama hakim anggota memimpin sidang yang beragendakan mendengarkan keterangan Presiden, DPR, dan KPU di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (8/9/2015). Sidang tersebut meliputi tiga perkara yang memohonkan pengujian aturan jumlah minimal pasangan calon dalam penyelenggaraan Pilkada. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa penyelenggaraan pilkada serentak 2015 tetap harus berlangsung di daerah yang hanya terdapat satu pasangan calon.

Judicial review ini dimohonkan oleh Pakar Komunikasi Politik, Effendi Gazali dan Yayan Sakti Suryandaru. Mereka menyoalkan syarat minimal pasangan calon dalam pilkada serentak sebagaimana termuat dalam Pasal 49 ayat (8) dan (9), Pasal 50 ayat (8) dan (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), serta Pasal 54 ayat (4), (5), dan (6) Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 Tentang Pilkada.

"Mengadili, mengabulkan permohonan Pemohon sebagian," kata Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (29/9/2015).

Dalam pertimbangan Majelis Hakim, bahwa pilkada merupakan kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerahnya secara langsung dan demokratis. Artinya, pilkada harus menjamin terwujudnya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.

"UU Pilkada harus menjamin itu. Pemilihan sebagai kepala daerah dipilih secara dekomratis. Dipilih berarti ada kontestasi. Penyelenggaraan harus menjamin tersedianya ruang bagi rakyat untuk dipilih dan memilih. Maka harus disertai pemilihan dalam kontestasi yang demokratis. Tidak boleh ditiadakan," kata Arief.

‎Majelis Hakim juga menimbang, bahwa dalam UU Pilkada mensyaratkan terselenggaranya pilkada dengan syarat minimal, telah membuat kekosangan hukum dan tidak memberi solusi.

Karenanya dapat berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya pilkada, di mana kedaulatan rakyat jadi terlanggar.

Berita Rekomendasi

"Mahkamah tidak bisa membolehkan pelanggaran hak konstitusional rakyat. MK tidak akan membiarkan norma yang tidak sesuai undang-undang. Apalagi bila tersangkut dalam kedaulatan rakyat yang berdampak ada gangguan pada pemerintahan daerah," kata Arief yang juga Ketua MK.

Majelis Hakim juga berpendapat, tidak ada jaminan hak rakyat dapat terpenuhi jika memang pilkada harus ditunda sampai pada pilkada serentak berikutnya.

Sebab masih ada kemungkinan tak terpenuhi syarat minimal dua paslon tadi. Sehingga MK memutuskan harus adanya kepastian hukum.

"Andaikata penundaan dibenarkan, maka tidak ada jaminan hak rakyat dipilih dan memilih dapat dipenuhi, yaitu ketentuan paling sedikit dua pasangan calon," tegas Arief.‎

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas