Pasal Kretek di RUU Kebudayaan dan RUU Tembakau untuk Kepentingan Siapa?
Masuknya ayat rokok kretek tradisional ke dalam draf RUU Kebudayaan di tingkat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menuai kontroversi.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Sugiyarto
Apalagi, tuduhan mempunyai motif terselubung seperti mendapat 'titipan' korporasi perusahaan rokok.
Terkait RUU Pertembakauan, Firman mengaku secara pribadi menginginkan kran impor tembakau dibatas hanya 10 persen dari sebelumnya 20 persen. Namun, ada asosiasi tembakau yang menolak.
Ia mempersilakan anggota DPR atau pun elemen masyarakat yang menduga ada titipan di balik RUU Pertembakauan itu untuk mengikuti proses rapat pembahasan legislasi tersebut di ruang rapat Baleg.
Ia pun menantang balik pihak yang menuduhnya untuk membuka tabir pihak yang menitipkan kepadanya maupun anggota Baleg lainnya terkait legislasi tembakau ini.
"Siapa yang titipkan kepada kami. Kalau nggak tahu, jangan tanya. Jangan menuduh. kalau menuduh, Anda bisa kami su. Itu nggak boleh, nggak ada titip-menitip. Anda jangan terbawa alur pikiran orang nggak benar," kata Firman dengan suara meninggi.
"Dokter Kartono saja mengatakan, (mengubah) kehidupan petani tembakau tidak semudah membalikkan tangan. (Misal) saya ingin jadi dokter, tapi kan nggak bisa bangun tidur tiba-tiba jadi dokter. Bisanya dokter-dokteran," sambungnya.
Ia mengaku dapat memahami dan menghormati adanya penolakan pasal kretek di RUU Kebudayaan dan RUU Pertembakauan, seperti dari aktivis hingga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang concern terhadap kesehatan.
Namun, ia pun balik mengkritisi mahasiswa yang concern terhadap kesehatan justru tak vokal terhadap dampak asap pekat dari kebakaran hutan yang tengah terjadi di Indonesia.
"Jadi, kami dari DPR memberi 'karpet merah' kepada siapapun, termasuk mahasiswa kesehatan yang memberi masukan. Tapi, jangan sampai soal kesehatan mengatur tembakau, tembakau mengatur kesehatan. Kalau begitu, buat undang-undang rancu begitu, namanya DPR gembleng (gila)," katanya.
Ia juga meminta media massa dapat memberikan pemberitaan secara objektif dan tidak tendensius dan tidak menyudutkan anggota DPR terkait pembuatan regulasi tentang pasal kretek dan tembakau ini.
Bahkan, ia menduga ada 'udang di balik batu' dengan adanya media massa yang memberitakan secara kritis tentang regulasi ini.
"Kalau kita mau bicara, ayo kita buka-bukaan aja. Ada media yang bicara begini begitu. Tapi ternyata masang iklan di tempatnya. Bukan (pasang iklan) perusahaan tembakau, cara lain dong," katanya.
Ia mengaku tak gentar meski mendapatkan banyak kritik dan penolakan atas adanya pasal kretek di RUU Kebudayaan dan RUU Pertembakau.
"Kalau saya sih selama itu benar, saya sih lillahitaallah aja melangkah. Kita sudah biasa perang urat syaraf begini. Saya ini sudah berpolitik 30 tahun. Tapi, semakin DPR ditekan dengan orang-orang antikemapanan mundur, hancurlah negara ini," ujarnya.