Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PKB: Bagaimana Kalau Calon Tunggal Kalah?

Dikeluarkannya peraturan yang mengakomodir calon tunggal pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), bukan lah solusi.

Editor: Sugiyarto
zoom-in PKB: Bagaimana Kalau Calon Tunggal Kalah?
Warta Kota/henry lopulalan
Helmy Faishal Zaini 

Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Dikeluarkannya peraturan yang mengakomodir calon tunggal pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), bukan lah solusi.

Anggota DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Helmy Faishal Zaini menyebut penyelenggara akan kebingungan bila sang calon tunggal kalah.

"Pilihannya calon tunggal itu perlu atau tidak. Kalau hasilnya yang menang calon tunggal gimana ?" Kata Helmy Faishal Zaini kepada wartawan di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jakarta Pusat, Jumat (2/10/2015).

Dalam Undang-undang (UU) nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada serentak, tidak diatur soal sekenario calon tunggal.

Sebelumnya di sejumlah tempat pendaftaran peserta Pilkada sempat ditunda beberapa kali, karena hanya ada satu pasangan calon.

Mahkamah Konstitusi (MK) yang menerima pengajuan uji materi terhadap UU tersebut, memutuskan bahwa tidak diakomodirnya sekenario pasangan tunggal, adalah suatu hal yang bertentangan dengan UU Dasar 1945.

BERITA TERKAIT

MK pun mengeluarkan peraturan mengenai referendum, yakni masyarakat memilih "ya" atau "tidak" terhadap satu pasangna calon.

Helmy Faishal Zaini yang juga merupakan Sekjen PBNU mengatakan bila pasangan tunggal kalah, penyelenggara mau tidak mau harus menjadwalkan ulang pemilihan.

Kata dia uang negara bisa dihemat, bila sejak awal penyelenggara menunda pelaksanaan Pilkada, hinga terdapat minimal dua pasangan calon.

"Kenapa tidak diputuskan ditunda, sampai ada calon definitif. Kan demokrasi prosedural harus memandang esensi demokrasi, dari rakyat untuk rakyat, jangan semata-mata penyelenggaraan," ujarnya.

Namun mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) itu mengakui bahwa aturan baru tersebut harus diberikan kesempatan.

Bila kekhawatirannya terbukti pada pelaksanaan Pilkada tahun 2015 ini, tentunya harus ada perubahan soal aturan tersebut.

Menurutnya untuk negara yang baru berumur 70 tahun seperti Indonesia, memang harus menempuh jalan "trial and error," sebelum bisa menemukan format demokrasi yang tepat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas