Politikus PKB Tidak Setuju Pemerintah Meminta Maaf kepada Bung Karno
Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno, menurut Poltiisi PKB ini, merupakan penghargaan tertinggi negara kepada sang Proklamator.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi PKB, A Malik Haramain, menilai pemerintah tidak perlu meminta maaf kepada Bung Karno.
Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno, menurut Poltiisi PKB ini, merupakan penghargaan tertinggi negara kepada sang Proklamator.
Itu jauh lebih sekedar permintaan maaf.
"Pemberian gelar pahlawan kepada Bung Karno adalah penghargaan bangsa ini kepada beliau. Rakyat Indonesia tidak akan pernah lupa akan perjuangan dan pengorbanan Bung Karno," ujar Malik Haramain ketika dikonfirmasi Tribun, Senin (5/10/2015).
Menurutnya, penghargaan kepada Bung Karno tidak hanya dalam bentuk gelar pahlawan tapi juga dalam aneka penghargaan, mulai dari monumen, nama jalan utama, nama perguruan tinggi dan lainnya.
Artinya, jelas dia, penghargaan dan penghormatan itu tidak pernah hilang dari bangsa ini.
"Bahkan gelar sebagai bapak Proklamator itu penghargaan yang paling tinggi dan hanya Bung Karno yang layak menyandang gelar itu," cetusnya.
"Semua elemen bangsa ini, termasuk warga nahdliyyin dan keluarga besar NU tidak pernah meragukan akan perjuangan dan sumbangsih Bung Karno kepada bangsa ini," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Fraksi PDIP MPR, Ahmad Basarah mengatakan pemerintah Indonesia seharusnya meminta maaf kepada Bung Karno.
"Dengan demikian, permohonan maaf yang harusnya dilakukan pemerintah adalah kepada Bung Karno dan keluarganya," kata Basarah dalam keterangan tertulis MPR, Sabtu (3/10/2015).
Ia mengatakan, Presiden Soekarno adalah korban peristiwa G30S/PKI, karena akibat dari peristiwa tersebut, kekuasaan Presiden Soekarno dicabut melalui TAP MPRS XXXIII Tahun 1967 tertanggal 12 Maret 1967 dengan tuduhan telah mendukung G30S/PKI.
Dalam Pasal 6 TAP MPRS tersebut, lanjutnya, Pejabat Presiden Jenderal Soeharto diserahkan tanggung jawab melakukan proses hukum secara adil untuk membuktikan kebenaran dugaan pengkhianatan Presiden Soekarno.
"Namun hal tersebut tidak pernah dilaksanakan sampai Presiden Soekarno wafat tanggal 21 Juni 1970," ujar Basarah.
Ia mengatakan, melalui TAP MPR No I Tahun 2003 tentang Peninjauan Kembali Materi dan Status Hukum TAP MPRS/MPR sejak Tahun 1960-2002, TAP MPRS No XXXIII Tahun 1967 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Selain itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 November 2012 telah memberikan anugerah sebagai Pahlawan Nasional kepada Bung Karno.
Menurut UU No 20 tahun 2009 tentang Gelar dan Tanda Jasa, lanjut Basarah, syarat pemberian status gelar Pahlawan Nasional tersebut dapat diberikan kepada tokoh bangsa apabila semasa hidupnya tidak pernah berkhianat kepada bangsa dan negara.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.