KPK Jadi Acuan Pemberantasan Korupsi Banyak Negara, Tapi Di Indonesia Malah 'Dibonsai'
Cara KPK memberantas korupsi jadi acuan banyak negara. Tapi anehnya di dalam negeri sendiri, powernya makin dilemahkan.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lebih dari satu dekade berdiri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjadi acuan global dalam pemberantasan korupsi.
Walau Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK belum sempurna, akan tetapi telah dijadikan model acuan dan pembelajaran bagi negara-negara lain untuk diterapkan di negaranya.
"Meski Undang-Undang belum baik tapi dalam kenyataanya, KPK jadi benchmark. Hampir tiap bulan kita terima tamu untuk mempelajari apa itu KPK. Bahkan Malaysia yang kita pernah belajar ternyata mengikuti pola KPK," kata Pelaksana tugas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, di kantornya, Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Ruki mengaku, banyak perwakilan negara di dunia berdatangan ke KPK untuk sekadar studi banding, mencari contoh dan sebagainya.
Tidak hanya itu, masih kata Ruki, pegawai KPK diminta memberikan konsultasi mendirikan KPK di beberapa negara semisal Afganistan dan Pakistan.
"Beberapa teman diminta memberikan consulting untuk bentuk KPK di Afghanistan, pakistan. IPK (Indeks persepsi korupsi) kita juga sudah membaik meski belum mencapai hal-hal yang memuaskan," kata purnawirawan bintang dua Polri itu.
Untuk itu, Ruki mengakui Undang-Undang KPK memang membutuhkan penyempurnaan. Menuju penyempurnaan tersebut, tentu saja bukan melalui pelemahan sebagaimana dalam draft revisi Undang-Undang KPK yang disusun DPR RI.
"Undang-Undang KPK belum baik karena itu perlu disempurnakan, bukan malah dilemahkan," tukas Ruki.
Kolega Ruki, Wakil Ketua KPK Indriyanto Senoadji juga menyatakan hal yang senada. Anto yang ikut sebagai tim perumus UU KPK mengatakan DPR menganggap itu tidak bagus sehingga melakukan pelemahan-pelemahan dalam revisinya.
"Tidak bagus menurut DPR. Kalau menurut saya dan Pak Ruki dan tim pakar sudah sangat baik. Kalau ada yang perlu direvisi bukan hal-hal esensial," kata Anto.
Hal-hal yang tidak terlalu esensial tanpa merusak kewenangan KPK antara lain mengenai keberadaan penasihat KPK. (Eri Komar Sinaga)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.