Prof Indriyanto: Tanyalah DPR, Apakah Bumi Tercinta Ini Memerlukan KPK
Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa dilakukan secara parsial.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa dilakukan secara parsial.
Revisi UU KPK harus diikuti sinkronisasi dengan RUU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), KUHAP, KUHP, Asset Recovery sehingga tidak menimbulkan tumpang tindih antara satu dengan yang lainnya.
Misalnya saja mengenai pengaturan penyadapan baik substansi ketentuan maupun tata caranya dalam RUU KUHP dan RUU Tipikor. KPK pun mengkritik langkah DPR yang tetap bersikukuh merevisi UU KPK.
"Revisi ini belum tepat waktunya, karena selain iklim politik ini akan berdampak pada eksistensi KPK terhadap revisi ini terutama keberadaan lembaga KK adalah basis kekhususan kelembagaan, baik struktur, kewenangan maupun teknis ketentuannya. Revisi ini tegas jelas mengamputasi wewenang khusus lembaga KPK menjadi public state institution," kata Wakil Ketua KPK Indriyanto Senoadji, Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Lagi pula, Indriyanto mengatakan sebenarnya tidak ada alasan mendesak untuk merevisi UU KPK. Pasalnya, khusus untuk penindakan sudah diatur dalam Pasal 44 mengenai penyelidikan. Apabila dalam penyelidikan tidak ditemukan dua bukti permulaan yang cukup, maka penyelidikan otomatis dihentikan.
Berhentinya kasus di penyelidikan menyebabkan KPK tidak perlu ada pengaturan menengai Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) ketika ditahap penyidikan.
"Kalau DPR memang bersikukuh untuk merevisi yang berakibat pengamputasian eksistensi KPK, maka sebaiknya dipikirkan saja perlu tidaknya kelembagaan KPK di bumi tercinta ini," kata pakar hukum pidana itu.
Sebelumnya, dalam draft revisi atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK memiliki sejumlah perubahan. Salah satunya, KPK kini dapat mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3.
Hal tersebut tertulis dalam Pasal 42 yang berbunyi KPK berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi setelah diketahui tindak pidana korupsi yang sedang ditanganinya tersebut tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan sebagaimana diatur pada 109 ayat(2) KUHP.
Dalam draft tersebut juga menyebutkan KPK dibentuk masa 12 tahun sejak RUU tersebut diundangkan dan perubahan-perubahan lainnya.