Dradjad Wibowo Sarankan Presiden Jokowi Selidiki Oknum BI yang Permainkan Rupiah
Dradjad Wibowo menyarankan kepada Presiden Jokowi untuk segera memerintahkan penyelidikan terhadap oknum-oknum Bank Indonesia (BI)
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior yang juga Chairman DW & Partners, Dradjad Wibowo menyarankan kepada Presiden Jokowi untuk segera memerintahkan penyelidikan terhadap oknum-oknum Bank Indonesia (BI) BI, OJK, bank-bank BUMN dan konglomerat terkait jungkir-baliknya rupiah.
"Sudah beberapa bulan ini saya mencurigai terlalu besarnya depresiasi rupiah, kedua terjelek di Asia setelah Ringgit. Padahal, Malaysia mengalami krisis politik, sementara politik Indonesia stabil. Saya yakin, pasti ada yang tidak wajar. Pasti ada yang memanipulasi Rupiah," ungkap Dradjad, Rabu (14/10/2015).
Minggu lalu, kata Dradjad, bukti indikatif terhadap kecurigaan tersebut muncul. Secara mengejutkan rupiah menguat 8,3 persen terhadap dollar Amerika Serikat. Selama sembilan bulan rupiah anjlok sekitar 17 persen. Namun dalam seminggu, setengah dari anjloknya rupiah tersebut pulih kembali.
Secara global, memang US$ sedikit melemah terhadap mata uang dunia dalam seminggu yang lalu. Penyebabnya, perbaikan ekonomi AS diyakini belum cukup kokoh, sehingga pelaku pasar berspekulasi the Fed tidak akan menaikkan suku bunga. Namun dollar Amerika hanya melemah kurang dari satu persen, bahkan sempat menguat sebentar terhadap Euro.
"Kalau rupiah menguat 1-2 persen, mungkin masih wajar. Tapi lonjakan 8,3 persen? Sangat tidak masuk akal. Kalau hanya faktor fundamental dan kebijakan ekonomi, tidak akan sedrastis itu," Dradjad meyakini.
Jungkir balik rupiah dalam skala sebesar dan waktu sesingkat itu hanya bisa dijelaskan dengan satu kata, manipulasi. Ada oknum, Dradjad yakin, yang memanipulasi kurs Rupiah. Manipulasi ini lebih berbahaya dari spekulasi, padahal spekulasi saja sudah berbahaya.
"Apa bedanya? Spekulan adalah penjudi. Mereka tidak bisa mengatur hasil, sehingga bisa untung, tapi bisa juga buntung. Manipulator itu bandar dan penjudi yang bisa mengatur hasil, sehingga selalu untung. Kalau dalam sepakbola, manipulator itu mafia yang mengatur skor pertandingan," paparnya.
Dradjad juga mengungkap, para manipulator selama ini menumpuk dollar sehingga rupiah anjlok pada skala yang di luar kewajaran. Mereka bisa melakukan itu karena punya akses terhadap kekuasaan moneter.
Akses tersebut membuat mereka tahu bahwa rupiah akan terus anjlok cukup dalam. Nah, sambung Dradjad, setelah ada indikasi terjadi pembalikan kurs dollar Amerika di dunia, mereka, imbuhnya, buru-buru membuang dollar. Tujuannya, profit taking atau aksi ambil untung.
"Pemerintah Amerika pernah menghukum bank-bank besar dunia karena melakukan manipulasi kurs Amerika-Euro. Bank-bank tersebut adalah Citicorp, JPMorganChase, Barclays dan RBS (Royal Bank of Scotland). Denda yang dijatuhkan pun besar, mencapai US$ 5.5 milyar,' ungkapnya.
Dengan adanya indikasi kuat di atas, berkaca dari kasus manipulasi kurs US$-Euro, Dradjad kembali mengingatkan, sebaiknya presiden segera memerintahkan penyelidikan terhadap oknum2 BI, OJK, bank-bank BUMN dan konglomerat. Kenapa keempat unsur ini yang perlu diselidiki, bahkan disidik jika perlu?
Hal tersebut terkait dengan langkah-langkah operasi moneter, aliran dana transaksi valas BI dan perbankan, serta pengawasan perbankan. Kenapa konglomerat? Karena memang ada beberapa konglomerat yang dikenal sering mempermainkan Rupiah.
Jika tidak ditindak, Dradjad yakin, ekonomi Indonesia bisa dengan mudah dijungkir-balikkan oleh para manipulator Rupiah.
"Soal utang bank bumn dari China, hal tersebut sudah ramai sejak Mei 2015. Bulan Juli 2015 pun diklaim sudah beres. Pada bulan tersebut Rupiah tetap merosot. Perjanjian utang diteken 16 September 2015, rupiah masih merosot hingga dua minggu berikutnya.
"Memang dana dari China untuk bank BUMN sudah ada yang masuk. Tapi baru sebagian kecil. Kita tahu berapa jumlahnya. Kita bisa monitor pergerakan cadangan devisa BI koq. Jika dibandingkan dengan kemerosotan cadangan devisa, dana yang masuk tersebut sangat kecil. Tidak mungkin bisa menggerakkan Rupiah naik 8.3 persen dalam hitungan hari," Dradjad menegaskan.
Sama tidak masuk akalnya dengan besarnya depresiasi rupiah selama ini.
"Saya hanya mengingatkan, Indonesia sudah transparan skrng. Karena itu saya mengusulkan agar presiden memerintahkan penyelidikan supaya manipulasi rupiah ini bisa kita bersihkan. Sudah terlalu banyak perusahaan sektor riil yang jadi korban perilaku manipulasi Rupiah ini," Dradjad mengingatkan kembali.