Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

GP Ansor Apresiasi Presiden Tetapkan Hari Santri Nasional

Meski bukan tanggal 1 Muharram dan awalnya pro kontra, GP Ansor tetap menyambut positif keputusan Presiden Jokowi tersebut.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in GP Ansor Apresiasi Presiden Tetapkan Hari Santri Nasional
Tribunnews/Herudin
Ketua Gerakan Pemuda Ansor, Nusron Wahid menjadi pembicara pada diskusi di Kantor GP Ansor, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Nusron Wahid mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.

Meski bukan tanggal 1 Muharram dan awalnya pro kontra, GP Ansor tetap menyambut positif keputusan Presiden Jokowi tersebut.

"Ini bukti keberpihakan Presiden Jokowi terhadap masyarakat santri. Dengan ditetapkannya hari santri, berarti eksistensi santri diakui di Indonesia," kata Nusron, Rabu (14/10/2015).




Meski demikian, Nusron berpendapat bahwa setelah ditetapkannya hari santri, perjuangan belum selesai. Menurut Nusron, hak-hak pendidikan santri harus dipenuhi, seperti BOS untuk pesantren salafiyah dan Kartu Indonesia Pintar untuk para santri.

"Dan yang lebih penting lagi pengakuan persamaan (muadalah) pondok pesantren salafiyyah dan sistem pendidikan nasional," ujar Nusron yang selama Pilpres gencar mengkampanyekan tentang hari santri.

Nusron menjelaskan, sampai sekarang ijazah pesantren salafiyah dengan kurikulum kitab kuning dan klasik yang derajat keilmuwannya sangat tinggi tidak diakui. Tetapi malah kurikulum madrasah modern dan IAIN yang sangat dangkal dan parsial diakui dalam sistem pendidikan nasional.

"Mereka ijiazahnya diakui dan dapat BOS dan KIP. Sementara santri salafiyyah tidak. Ini tidak adil. Padahal kurikulum madrasah formal dan IAIN itu hanya mengambil ikhtisar dan kulit dari kitab-kuning klasik. Makanya dangkal. Lulusan Madrasah juga tanggung kedalaman ilmu agamanya," ungkapnya.

BERITA TERKAIT

"Kalau pesantren salafiyah yang mengambil sumber referensi utamanya malah tidak diakui. Bahkan kalau mau ambil ijazah disuruh ikut ujian lagi. Ini aneh sistem kita," ujarnya.

Lebih lanjut, Nusron mengatakan, dengan ditetapkannya tanggal 22 Oktober sebagai hari santri juga lebih dramatis dan heroik. Sebab, tangga tersebut merupakan hari Resolusi Jihad yakni keluarnya fatwa Hadratusyeikh Hasyim Asy'ari, Roisul Akbar NU pada saat itu yang juga kakek Gus Dur.

"Saat itu, tanggal 22 Oktober 1945 Mbah Hasyim dan ulama NU fatwa bahwa santri dan umat Islam wajib hukumnya untuk mengusir penjajah dari Bumi Nusantara," tukasnya.

Dalam konteks sekarang, menurut Nusron, makna dari hari santri adalah meneruskan jihad melawan kemiskinan dan berbagai persoalan yang sedang dihadapi bangsa.

"Sekarang kyai wajib fatwa mengusir kemiskinan, krisis ekonomi, dan korupsi dari Bumi Nusantara," pungkasnya.

Seperti diketahui, saat kampanye Pemilihan Presiden 2014, Jokowi menyampaikan janjinya untuk menetapkan satu hari sebagai Hari Santri Nasional. Ketika itu, yang diwacanakan sebagai hari santri adalah tanggal 1 Muharam.

Gagasan ini sempat menjadi isu panas karena ditanggapi negatif oleh Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah. Fahri saat ini menyebut gagasan dan janji Jokowi itu dengan kata "sinting" yang membuat ribuan santri marah.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas