PDIP: Kasus Singkil Momentum Cabut Peraturan Bersama 2 Menteri
Politikus PDI Perjuangan melihat aspek legalitas selalu menjadi masalah utama yang sering dijadikan alasan bagi pejabat daerah.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah harus menjadikan kasus pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk beribadah seperti pembakaran tempat ibadah yang terjadi di Singkil, Aceh sebagai momentum untuk mengevaluasi regulasi terkait pendirian rumah ibadah.
Demikian disampaikan anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris kepada kepada Tribun Kamis (15/10/2015).
Politikus PDI Perjuangan melihat aspek legalitas selalu menjadi masalah utama yang sering dijadikan alasan bagi pejabat daerah.
Karena itu, Politikus PDI-Perjuangan ini menilai Peraturan Bersama 2 Menteri No 8 dan No 9 tahun 2006 seyogyanya memang harus dicabut.
"Isi peraturan tersebut mempersulit pendirian tempat ibadah, dan bertentangan dengan UUD 45 yang menjamin kebebasan warga negara untuk memeluk agama dan beribadah," ujarnya.
"Jangan sampai kasus GKI Yasmin Bogor, Kasus di Tolikara dan Singkil Aceh kembali terulang terus. Ini potensi yang akan memecah belah bangsa kita," tambahnya.
Disisi lain ketegasan aparat hukum terhadap kelompok-kelompok anarkis yang mengatasnamakan apapun yang berperilaku merusak, membakar dan laiannya harus mendapat tindakan hukum yang tegas.
Aksi-aksi provokasi di sosial media pun sudah gencar dilakukan oleh pihak-pihak yang sengaja ingin memanaskan situasi.
Karena itu dia mendorong BIN dan Kementerian Kominfo harus aktif memantau aksi-aksi kampanye kebencian yang dimainkan lewat sosial media dan menjadikannya bahan untuk menanggulangi kejadian serupa di masa depan.
Dia mengutip riset yang dilakukan oleh NGO Social Progress Imperative menyebutkan toleransi beragama di Indonesia rendah dibandingkan dengan negara-negara lain dengan PDB yang sama.