Demokrat: Krisis Kepercayaan Publik Terhadap Jokowi Mengkhawatirkan
"Stagnasi ekonomi telah berdampak pada krisis kepercayaan publik terhadap kemampuan kepemimpinan Jokowi," lanjutnya.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru bicara Partai Demokrat, Kastorius Sinaga menilai kepuasan publik terhadap kinerja setahun Pemerintahan Jokowi terus melorot.
Hal ini menurutnya turut diperkuat berbagai survei jajak pendapat, yang menyatakan bahwa kepuasan publik terhadap Jokowi melorot tajam hingga 46%.
Saat mulai memerintah, Jokowi menikmati dukungan kepercayaan hingga 76%.
"Apa yang dijanjikan oleh Jokowi dan diprediksikan oleh pendukung tidak terjadi. Ekspektasi publik yang tinggi harus berhadapan dengan kenyataan yang jauh panggangdari api. Makin kompleks baik secara dimestik maupun global," jelasnya kepada Tribun, Selasa (20/10/2015)..
Utamanya di bidang ekonomi. Daya beli masyarakat merosot tajam, PHK massal akibat perlambatan ekonomi meluas. Tekanan terhadap rupiah dan lesunya perekonomian membuat daya saing Indonesia menurun tajam.
Demikian juga dengan angka kemiskinan. Jumlah orang mislin terus bertambah seiring dengan minimnya program penanggulangan kemiskinan akibat dana habis tersedot membiayai mega proyek bidang infrastruktur.
"Stagnasi ekonomi telah berdampak pada krisis kepercayaan publik terhadap kemampuan kepemimpinan Jokowi," lanjutnya.
Bahkan, media asing seperti CNN atau BBC Internasional, yang semula melihat kemenangan Jokowi di 2014 sebagai gejala fenomenal, mulai mempertanyakan soal merosotnya kepercayaan publik terhadap Jokowi di wawancara ekslusif yang mereka tayangkan baru-baru ini.
"Krisis kepercayaan akibat ketidakpuasan itu cukup mengkwatirkan karena tak segampang membalikkan tangan untuk memulihkannya," jelasnya.
Akibatnya bisa berbahaya bila tidak segera diperbaiki. Tanda-tandanya, kata dia, sudah tampak pada kegaduhan hukum, politik hingga pada konflik horisontal seperti di Tolikara Papua dan Aceh-Singkil.
Iklim politik yang kondusif dapat terbangun lewat efektivitas kepemimpinan nasional dan dengan kepastian dan kewibawaan penegakan hukum.
"Koalisi pemerintahan lebih hadir sebagai bagi-bagi kekuasaan ketimbang adanya kekompakan di dalam implementasi visi bersama, khususnya di level menteri," ujarnya.
Setahun pemerintahan Jokowi, bisa dilihat, bahwa kekuasaan hukum semakin terdelegitimasi oleh intervensi kekuasaan politik.
"Inilah salah satu yang membuat ruang gerak Jokowi semakin terjepit di dalam menata kehidupan politik makro negara kita," ujarnya.
"Jokowi terdesak di antara konflik kepentingan elit, korporasi dan kepentingan asing yang kemudian membuat dia sulit untuk memenuhi janji-janji dan visi nawacita politiknya," pungkasnya.