Bawaslu Keluarkan Surat Edaran Permudah Pejabat Negara yang Belum Dapat SK Pemberhentian
Bawaslu dalam surat edarannya, memberikan kemudahan bagi pejabat negara yang belum mendapatkan SK Pemberhentian.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam surat edarannya, memberikan kemudahan bagi pejabat negara dari unsur PNS, TNI/Polri, DPR/DPRD dan DPD yang belum mendapatkan SK Pemberhentian.
Hal ini sesuai dengan hasil pertemuan Tripartit antara KPU, Bawaslu dan DKPP, Selasa (20/10/2015) lalu tentang menjamin hak konstitusional seluruh peserta pemilu yang akan maju dalam pilkada serentak 9 Desember mendatang.
Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjutak menegaskan hal tersebut perlu dilakukan untuk melindungi hak konstitusional bagi orang-orang yang serius dalam melakukan pencalonan.
"Bisa saja ada permainan-permainan begitu, atau ada birokrasi yang berbelit sehingga mereka belum mendapatkan SK pemberhentian, makanya demi hak konstitusional mereka, kami permudah itu," ujarnya di Jakarta, Rabu (21/10/2015).
Kemudahan tersebut menurut Nelson hanya akan diberikan kepada seorang pejabat negara yang dengan "sungguh-sungguh" mendapatkan SK pemberhentian tersebut. Jika dalam prosesnya "kesungguhan" tersebut, dapat dirasakan oleh penyelenggara pemilu, maka pejabat negara akan dinyatakan sah menjadi peserta pemilu.
Sedangkan bunyi dalam SE Bawaslu sebagai berikut: "Jika ternyata, berdasarkan bukti-bukti, calon tersebut sudah berusaha mendapatkan SK pemberhentiannya, namun tidak kunjung diterbitkan oleh pejabat yang berwenang, baik karena birokrasi yang berbelit-belit maupun karena faktor politisasi, maka pencalonan YBS harus dinyatakan memenuhi syarat."
Diketahui ada delapan pejabat yang harus mundur dari jabatannya jika telah ditetapkan menjadi calon, yaitu Polisi, TNI, PNS, pegawai BUMN, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Syarat mundur tersebut tidak cukup hanya berupa surat permohonan pengunduran dari calon. KPU dalam PKPU Nomor 12 Tahun 2015 memberi batas waktu 60 hari agar calon melampirkan surat keputusan pemberhentian dari pejabat yang berwenang mengeluarkan surat tersebut dan paling lambat diserahkan kepada KPU pada 23 Oktober mendatang.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni mempertanyakan poin "bersungguh-sungguh" dalam putusan tersebut. Menurutnya, makna bersungguh-sungguh masih terlalu universal dan tidak mempunyai aturan main yang jelas.
"Indikator sudah bersungguh-sungguh itu harusnya dibuat secara lebih terukur oleh KPU sehingga dalam pelaksanaan di lapangan tidak ambigu dan tidak subyektif atas penilaian KPU di daerah," tegasnya
Titi juga menjelaskan bahwa surat edaran dari Bawaslu tersebut tidak cukup untuk menjadi payung hukum bagi para pejabat daerah yang belum mendapatkan SK pemberhentian, karena banyak kandidat lain yang akan mempermasalahkan hal tersebut. Sehingga seharusnya, menurut Titi, poin bersungguh-sungguh tersebut dapat dijabarkan lebih lengkap dalam PKPU.
Titi menjelaskan dalam prosedur pengunduran diri pejabat daerah dari instansi negara, tidak memerlukan hal yang terlalu sulit. Hanya memerlukan tanda tangan gubernur untuk tingkat daerah dan persetujuan kemendagri untuk tingkat provinsi.
"Sebenarnya tidak ada alasan memperlama atau mempersulit proses pemberhentian calon, berdasar putusan MK maka ketika mereka ditetapkan sebagai pasangan calon, maka otomatis pada saat itu juga mereka sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPR, DPRD, TNI, POLRI, maupun PNS," tambahnya
Oleh karena itu, dia berharap agar kemudahan yang diberikan oleh penyelenggara pemilu kali ini, menjadi alasan peserta pilkada serentak yang berasal dari pejabat negara, kembali menjabat lagi di instansinya, karena SK pemberhentian tersebut tidak pernah diterbitkan hingga pilkada usai. (tribunnews/rio)